LAPORAN PRAKTIK KLINIK
KEBIDANAN
(PEMBELAJARAN PRAKTIK DAN ADMINISTRASI PWS KIA)
Disusun sebagai syarat untuk memenuhi mata kuliah
Praktik Klinik Kebidanan V
Oleh:
KELOMPOK BPM DEA MAYA
Adelvy Febriani Syaputri 173112540120124
Anik Indah Ningsih 173112540120154
Della Aprilia Putri 173112540120082
Endah Utami Dewi 173112540120022
Halwa Amalia 173112540120038
Nia Adriani 173112540120128
Nonik Pratiwi 173112540120016
Rizka Novita Devi 173112540120017
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM
STUDI D-IV KEBIDANAN
UNIVERSITAS
NASIONAL
2018
HALAMAN
SAMPUL
DAFTAR ISI
........................................................................................................
BAB I.
PENDAHULUAN ...................................................................................
A. LatarBelakang
.........................................................................................
B. Tujuan Penulisan
......................................................................................
C. Manfaat Penulisan
....................................................................................
BAB II.
TINJAUAN TEORI
................................................................................
A. Teori Preseptor..........................................................................................
B. Teori Coaching
.........................................................................................
C. Teori PWS KIA
.......................................................................................
D. Teori Kasus (PNC)
..................................................................................
BAB III.
TINJAUAN KASUS
............................................................................
A. Identitas Mata Kuliah ...............................................................................
B. Tujuan Pembelajaran
................................................................................
C. Metode dan Teknik Bimbingan
................................................................
D. Uraian Kasus Preceptor
............................................................................
E. Uraian Kasus Coaching
............................................................................
F. Uraian Kasus PWS KIA ...........................................................................
BAB IV.
PEMBAHASAN
...................................................................................
A. Pembahasan Preseptor
..............................................................................
B. Pembahasan Coaching
..............................................................................
C. Pembahasan Pelaporan PWS KIA
............................................................
BAB V. SIMPULAN
DAN SARAN ...................................................................
A. Simpulan
...................................................................................................
B. Saran
.........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan angka
kematian ibu dan bayi, mulai dari
tingkat internasional (World Health Organization/WHO), tingkat nasional, sampai
ke tingkat daerah. Di antaranya adalah pertemuan millenium Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) pada September 2000 yang menyepakati bahwa Tujuan
Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals/MDGs) harus tercapai pada
tahun 2015. Seiring dengan target tersebut Pemerintah telah mencanangkan
pengimplementasian MDGs, khususnya pada nomor 1, 4 dan 5, yakni
: Menurunkan angka status gizi
kurang/buruk pada anak-anak berusia di
bawah lima tahun (balita) sebesar 50% dari keadaan tahun 1990 pada tahun
2015 menjadi 15%, menurunkan angka kematian bayi dan balita sebesar 66% dari
keadaan tahun 1990 yaitu menjadi 16 / 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015,
menurunkan angka kematian ibu sebesar 75% dari keadaan
tahun 1990 yaitu menjadi 125 / 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.
Tujuan bangsa
Indonesia sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 alinea IV adalah untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta
untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk
mencapai tujuan tersebut diselenggarakan pembangunan Nasional secara
berkelanjutan, terencana dan terarah. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian
integral dan terpenting dalam pembangunan Nasional.
Tujuan diselenggarakan Pembangunan Kesehatan adalah untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Keberhasilan
Pembangunan Kesehatan berperan penting dalam meningkatkan mutu dan daya saing
sumber daya manusia Indonesia.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diselenggarakan
upaya kesehatan yang menyeluruh, terpadu dan merata serta dapat diterima dan
dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
PWS-KIA adalah alat
manajemen program KIA untuk memantau cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah
kerja secara terus menerus. Hal tersebut dimaksudkan agar dapat dilakukan
tindak lanjut yang cepat dan tepat terhadap wilayah kerja yang cakupan
pelayanan KIA-nya masih rendah ataupun wilayah yang membutuhkan penanganan atau
tindak lanjut secara khusus.
Penyajian PWS-KIA dapat
dipakai sebagai alat motivasi dan komunikasi kepada sektor terkait yang
berkaitan terhadap pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Dapat
dijabarkan lebih lanjut bahwa penyajian PWS-KIA berkaitan langsung dengan
masyarakat setempat, khususnya aparat yang berperan dalam pendataan dan
penggerakan sasaran agar mendapatkan pelayanan KIA, maupun dalam membantu
memecahkan masalah non teknis rujukan kasus resiko tinggi. Dalam hal ini adalah
sumber daya masyarakat setempat seperti kader kesehatan, tokoh masyarakat dan
tokoh agama.
Pembelajaran
dalam jenjang D IV Kebidanan mencakup kuliah di kelas dan praktik klinik.
Praktik Klinik Kebidanan V adalah salah satu proses pembelajaran yang harus
ditempuh oleh mahasiswi kebidanan. Melalui proses pembelajaran ini diharapkan
terbentuk lulusan yang handal, siap pakai, serta inovatif dengan bekal
pengetahuan dan kemampuan yang akhirnya mampu mengaplikasikan apa yang
dipelajari di dunia kerja serta menjadi aset yang bernilai tinggi bagi institusi
tempat bekerja.
Praktik
klinik merupakan suatu kegiatan untuk memberikan pengalaman belajar bagi
mahasiswi kebidanan dalam situasi yang nyata, khususnya dalam membentuk peran
dan tanggungjawab mahasiswa untuk menjadi bidan yang profesional dan berpengetahuan
tinggi, dengan menunjukkan sebuah pencapaian berupa memberikan asuhan yang
aman, menunjukkan akuntabilitas kerja, dapat dipercaya, menunjukkan kemampuan
dalam mengorganisasi asuhan kebidanan, mengelola program PWS KIA, dan mampu
berkomunikasi dengan baik terhadap pasien dan staf lainnya di institusi
kesehatan.
Mengacu
pada Kurikulum Program Studi Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Nasional Semester VII tentang pencapaian kemampuan preceptorship untuk membimbing dan memotivasi praktisi kesehatan
baru yang memenuhi persyaratan untuk melewati masa transisi bagi mahasiswi
untuk mengembangkan kemampuan praktik mereka lebih lanjut. Serta untuk
mengaplikasikan praktik administrasi PWS KIA, maka mahasiswi diwajibkan untuk
melaksanakan kegiatan praktik klinik berikut.
Selama
pelaksanaan praktik klinik kebidanan V, mahasiswi diharapkan mampu menerapkan
serta mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya yang telah didapat di
perkuliahan dan laboratorium ke dalam pelayanan yang nyata di Puskesmas terkait,
dengan preceptorship dan coaching dalam asuhan kebidanan pada
kehamilan, pada ibu bersalin, nifas, bayi baru lahir, KB, serta pengelolaan
administrasi PWS KIA.
Program preceptorship dalam
pembelajaran bertujuan untuk membentuk peran dan tanggung jawab mahasiswa untuk
menjadi perawat yang profesional dan berpengetahuan tinggi, dengan menunjukan
sebuah pencapaian berupa memberikan perawatan yang aman, menunjukan
akuntabilitas kerja, dapat dipercaya, menunjukan kemampuan dalam mengorganisasi
perawatan pasien dan mampu berkomunikasi dengan baik terhadap pasien dan staf
lainnya.
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas yang berada
di bawah Dinas Kesehatan yang merupakan pelaksana pelayanan kesehatan strata
pertama (dasar) dalam sistem kesehatan
di Indonesia.
Tugas pokok dan fungsi Puskesmas yaitu sebagai pusat
penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat serta
sebagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Atas dasar itu, semua program
yang ada di Puskesmas mengacu kepada tugas pokok dan fungsi tersebut sehingga
pelaksanaan kegiatan mengarah kepada tujuan yang akan dicapai.
Dalam pelaksanaan kegiatan program diawali dengan
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan serta diakhiri dengan laporan sebagai
bentuk pertanggungjawaban kegiatan yang telah dilaksanakan, baik dalam bentuk
laporan bulanan maupun tahunan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, Puskesmas Sekarwangi
memberikan informasi/ input kepada Dinas
Kesehatan dalam bentuk laporan tahunan pelaksanaan kegiatan Puskesmas Tahun
Anggaran 2011.
B.
Tujuan
1.
Tujuan Umum
Melaksanakan praktik pembelajaran klinik dan pelaporan
PWS-KI.
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai Preseptor
b. Sebagai Coach
c. PWS-KIA
C. Tempat dan Waktu
Kegiatan praktik bimbingan klinik
(Clinical Instruktur) ini dilaksanakan pada tanggal 09 – 21 April 2018 di BPM Bd. Dea Pengasinan, Sawangan -
Depok
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Lahan Praktik
Memberikan informasi tentang proses bimbingan klinik yang
sesuai dengan pelatihan preceptorship.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat meluluskan mahasiswa D-IV Kebidanan yang
mampu mendampingi praktik klinik secara profesional.
3. Bagi Mahasiswa
Diharapkan bisa dijadikan pengalaman
dan menambah pengetahuan bagi mahasiswa praktik.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Teori Preceptorship
1.
Pengertian Preceptorship
Preceptorship
adalah suatu metode pengajaran dan pembelajaran kepada mahasiswa dengan
menggunakan perawat sebagai model perannya. Preceptorship bersifat formal,
disampaikan secara perseorangan dan individual dalam waktu yang sudah
ditentukan sebelumnya antara perawat yang berpengalaman (preceptor) dengan
perawat baru (preceptee) yang didesain
untuk membantu perawat baru untuk menyesuaikan diri dengan baik dan menjalankan
tugas yang baru sebagai seorang perawat. (CNA, 1995).
Program
preceptorship dalam pembelajaran bertujuan untuk membentuk peran dan tanggung
jawab mahasiswa untuk menjadi perawat yang profesional dan berpengetahuan
tinggi, dengan menunjukan sebuah pencapaian berupa memberikan perawatan yang
aman, menunjukan akuntabilitas kerja, dapat dipercaya, menunjukan kemampuan
dalam mengorganisasi perawatan pasien dan mampu berkomunikasi dengan baik
terhadap pasien dan staf lainnya (CNA, 2004)
Menurut
NMC (Nurse Midwifery Council di UK 2009) mendefinisikan preceptorship sebagai
suatu periode (preceptorship) untuk membimbing dan mendorong semua praktisi
kesehatan baru yang memenuhi persyaratan
untuk melewati masa transisi bagi mahasiswa untuk mengembangkan
kemampuan praktik mereka lebih lanjut (Keen, 2004).
Waktu
yang dibutuhkan untuk pelaksanaan preceptorship adalah sekurang-kurangnya 1-2
bulan. Lama waktu pelaksanaan biasanya ditentukan oleh institusi pendidikan
atau pegawai yang mengetahui.
2. Elemen-elemen di dalam Preceptorship
Menurut Ann Keen (2004) dalam
bukunya yang berjudul “Preceptorship Framework” elemen-elemen preceptorship
meliputi perawat baru, preceptor, dan
perawat klinik.
a. Perawat baru
1) Kesempatan untuk menerapkan dan
mengembangkan pengetahuan, kemampauan dan nilai-nilai yang telah dipelajari.
2) Mengembangkan kompetensi spesifik
yang berhubungan dengan peran precepte.
3) Akses dukungan dalam menanamkan
nilai-nilai dan harapan-harapan profesi.
4) Personalisasi program pengembangan
yang mencakup pembelajaran post-registrasi seperti kepemimpinan, manajemen, dan
bekerja secara efektif dalam tim multi disiplin.
5) Kesempatan untuk merefleksikan
praktek dan menerima umpan balik yang konstruktif.
6) Bertanggung jawab atas pembelajaran
individu dan pengembangan dari pembelajaran tentang pengelolaan diri.
7) Kelanjutan dari pembelajaran
sepanjang hayat.
8) Meningkatkan cakupan prinsip-prinsip
peraturan konsil keperawatan.
b. Preceptor
1) Bertanggung jawab untuk
mengembangkan orang lain secara profesional agar mencapai potensi.
2) Ikut merumuskan dan terus
menunjukkan pengembangan profesional.
3) Bertanggung jawab untuk
mendiskusikan praktek individu dan memberikan umpan balik.
4) Bertanggung jawab untuk berbagi
pengetahuan dan pengalaman individu yang dimiliki.
5) Memiliki wawasan dan empati dengan
praktisi perawat baru selama fase transisi.
6) Bertingkah laku sebagai role model
yang teladan.
3. Keuntungan Preceptorship
Mahasiswa yang telah secara formal
diberikan pendidikan oleh preceptor menunjukan tingkat sosialisasi dan performa
yang lebih baik (Udlis, 2006).
Program preceptorship juga telah
terbukti bermanfaat dalam mengendalikan biaya melalui retensi perawat baru,
peningkatan kualitas pelayanan, dan mendorong pengembangan professional. Studi
deskriptif yang dilakukan oleh (Kim, 2007) menemukan bahwa kompetensi
keperawatan diantara para mahasiswa perawat senior secara positif berhubungan
dengan partisipasi dalam program preceptorship klinis.
Bagi partisipan, preceptorship
sebagai sarana untuk memfasilitasi suksesnya proses masuk dan orientasi di
profesi keperawatan, membantu dalam pengembangan kemampuan serta efektivitas waktu. Bagi preceptor akan
mendapatkan kepuasan ketika seorang pemula yang dibimbingnya menjadi lebih
percaya diri (Neumanet. al.,2004; Wright, 2002).
Preceptor mendapatkan keuntungan
dari meningkatnya harga diri dan kesadaran diri sebagai seorang panutan. Bagi
institusi, preceptorship meningkatkan kualitas dari praktik profesi keperawatan
dan lebih menghemat biaya dari pada orientasi secara manual. Program
preceptorship memberikan keuntungan kepada semua komponen yang terdapat
didalamya.
Menurut Ann Keen (2004) dalam
bukunya yang berjudul “Preceptorship Framewok” terdapat keuntungan dalam
mengimplementasikan preceptorship yang berdampak pada peningkatan kepuasan
pasien. Ann Keen menyebutkan terdapat empat pihak yang mendapat keuntungan
dengan adanya program preceptorship ini.
a. Praktisi yang baru terdaftar
b. Pegawai
c. Preceptor
d. Profesi Merangkul tanggung jawab profesi yang
meliputi
4. Pertimbangan - pertimbangan
Keberhasilan Program Preceptorship
Banyak faktor yang harus
dipertimbangkan dalam mengembangkan program preceptorship, termasuk tingkat
kecemasan pada preceptee, beban kerja preceptor, konflik dan kemitraan.
Pengalaman dalam program preceptorship dapat menyebabkan stress yang signifikan
terhadap preceptee (Yonge, Myrick, & Haase, 2002) dan dapat menimbulkan
kekecewaan tentang profesi keperawatan. Keterbukaan dalam berbagi informasi
antara preceptee dan preceptor maupun dengan koordinator program dan penasihat
fakultas adalah satu hal yang sangat penting untuk dilakukan dan harus tetap
dipertahankan.
Seorang preceptor harus mengetahui
tentang bagaimana mengenali stress pada preceptee, bagaimana cara membantu
mereka mengatasi stress atau bagaimana cara memberikan bantuan lebih lanjut,
misalnya konseling ketika itu memang dibutuhkan. Sama halnya, beban kerja yang
berlebih dapat mempengaruhi kepuasan kerja bagi sebagian preceptor
(Lockwood-Rayerman, 2004).
Beban kerja berlebih mungkin
bersumber dari banyaknya pasien yang harus ditangani disamping harus berperan
sebagai preceptor untuk memenuhi tanggung jawab, mempunyai preceptee yang
terlalu banyak, dan tidak diberi pilihan dalam mengambil tanggung jawab
tambahan sebagai seorang preceptor. Ini merupakan isu-isu etik yang harus
dipertimbangkan ketika akan menjalankan program preceptorship di tempat kerja
keperawatan.
Penting untuk mengenali bahwa
konflik bisa saja timbul antara preceptor dan preceptee (Mamchur & Myrick,
2003). Program-program orientasi harus memberikan wawasan dan pendekatan bagi
preceptor dan preceptee tentang bagaimana mengenali dan menyelesaikan masalah.
Secara ideal, preceptorship adalah
suatu kemitraan antara preceptor (yang mana bertanggung jawab untuk mengajari,
mengevaluasi, dan memberikan umpan balik) dan preceptee serta koordinator
program / penasihat fakultas. Untuk mewujudkan program preceptorship yang sukses, yang terakhir yang
harus disiapkan adalah menyediakan kursus orientasi, dukungan evaluatif dan
informatif untuk preceptor dan precepte.
B. Teori Preceptor
1. Definisi Preceptor
Preceptor didefinisikan sebagai
seseorang yang sudah ahli dalam memberikan latihan praktikal kepada mahasiswa
(Moyer & Wittmann-Price, 2008).
Definisi lain dari preceptor adalah
perawat yang sudah terdaftar yang memberikan supervisi melalui hubungan perseorangan dengan mahasiswa perawat selama
dalam tatanan klinik (Barker, 2010).
Preceptor adalah seseorang yang
memberikan pengajaran, konseling, memberikan inspirasi, bekerja sebagai seorang
panutan, mendukung pertumbuhan dan perkembangan dari mahasiswa baru yang
dibimbingnya dengan waktu yang terbatas dan dengan tujuan yang spesifik dari
sosialisasi pemula menjadi peran yang baru (Morrow, 1984).
Preceptor memberikan sarana yang
efektif untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktek dalam
pendidikan keperawatan dan membantu menurunkan kecemasan bagi lulusan baru yang
memasuki dunia kerja. Dengan adanya preceptorakan sangat membantu mahasiswa
maupun lulusan baru untuk lebih memahami karakteristik tempat kerja dan membantu
beradaptasi dengan baik.
Dapat disimpulkan bahwa preceptor
adalah seorang yang staff keperawatan yang sudah berpengalaman dan sudah
terdaftar yang memberikan pengarahan dan supervisi secara formal dalam waktu
yang sudah ditentukan dan dengan tujuan khusus terhadap mahasiswa yang baru
lulus dan masuk dalam dunia kerja keperawatan
agar lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan dan dapat memaksimalkan
proses transisi dari seorang pemula menjadi perawat yang lebih berpengalaman.
2. Karakteristik Preceptor
Kemampuan berkomunikasi yang baik,
bersikap positif selama menuju proses pengajaran dan pembelajaran serta
mempunyai kemampuan untuk menstimulasikan pemikiran yang kritis adalah
pertimbangan yang penting dibutuhkan oleh seorang preceptor (Altman, 2006).
Preceptor harus mempunyai kemampuan
untuk menghadapkan mahasiswa keperawatan kepada pengalaman klinik yang efektif
yang secara langsung meningkatkan perkembangan kepercayaan dan kompetensi
(Spouse, 2001). Seorang preceptor juga dapat mempengaruhi perkembangan sikap
profesionalisme terhadap mahasiswa.
3. Kompetensi Preceptor
Seorang preceptor harus memiliki
kompetensi yang sesuai agar perannya sebagai seorang preceptorakan lebih diakui
dan akan mendukung profesionalitas kerja yang dilakukannya. Canadian Nurses
Association menjelaskan ada lima kompetensi yang harus dimiliki seorang
preceptor, yaitu :
a. Kolaborasi
a) Berkolaborasi dengan preceptee
pada semua tahapan Preseptoring.
b) Menyusun dan menjaga kerjasama
dengan penasehat / kepala fakultas dan rekan lain (Universitas, profesi
pelayanan kesehatan, dan klien)
c) Membuat jaringan dengan
preceptor lain untuk mendiskusikan peningkatan praktik.
d) Membantu menginterpretasikan
peran preceptee kepada individu, keluarga, komunitas dan populasi.
b. Karakter Personal
a) Menunjukan antusias dan
tertarik pada preceptor.
b) Menunjukan ketertarikan dalam
kebutuhan dan perkembangan belajaran preceptor.
c) Membantu perkembangan
pembelajaran lingkungan yang positif.
d) Beradaptasi untuk berubah.
e) Menunjukan kemampuan komunikasi
yang efektif dengan klien dan universitas.
f) Menunjukan kemampuan pemecahan
masalah yang efektif.
g) Menunjukan kesiapan dan
keterbukaan untuk belajar dengan preceptor.
h) Menunjukan tanggung jawab atas
perbedaan preceptee(latar belakang pendidikan, ras, kultur dll)
i) Menggabungkan preceptee ke
dalam budaya sosial.
j) Memiliki kepercayaan diri dan
kesabaran.
k) Mengakui keterbatasan diri dan
berkonsultasi dengan orang lain.
c. Fasilitasi belajar
1) Menilai kebutuhan pembelajaran
klinik preceptee dalam bekerjasama dengan preceptee dan penasehat fakultas /
koordinator program dengan cara :
a) Meninjau kompetensi dasar
sesuai dengan bidang ilmu (praktik, pendidikan), standar praktik, tempat (rumah
sakit, klinik spesialis).
b) Membicarakan harapan hasil
pembelajaran berdasarkan atas data pada kompetensi dasar.
c) Mengkaji pengalaman preceptee
sebelumnya dengan tanggung jawab pengetahuan dan keahlian untuk menjaga
pemahaman, perkembangan, dan kebutuhan pembelajaran yang spesifik pada tempat
praktek.
d) Mengidentifikasi potensi
belajar pada tempat praktek yang akan menyesuaikan perkembangan dan kebutuhan
belajar preceptee.
e) Membantu preceptee untuk
mengembangkan hasil pembelajaran individu, peran saat praktek sesuai dengan
panduan Specific (spesifik), Measurable and observable (dapat diukur dan
diobservasi), Achievable (dapat dicapai dengan sumber yang memadai selama
Preseptoring), Relevant (relevan), Time (waktu).
2) Merencanakan aktivitas
pembelajaran klinik dalam bekerjasama dengan preceptee dan dengan penasehat
fakutas/koordinator program, dengan cara:
a) Membantu preceptee untuk
mencari tempat kegiatan pembelajaran untuk mendapatkan hasil pembelajaran dan
untuk membuat waktu preceptee supaya optimal.
b) Ketika memungkinkan, pilihlah
tugas klinik/aktivitas pembelajaran sesuai dengan yang teridentifikasi pada
hasil pembelajaran dan cara belajar preceptee.
c) Ketika memungkinkan urutkan
tugas klinik / aktivitas pembelajaran selama Preseptoring dari hal yang kecil
sampai yang kompleks guna meningkatkan pengetahuan.
3) Mengimplementasikan
pembelajaran klinik dalam tempat praktek dengan bekerjasama dengan preceptee
dan penasehat fakultas/ koordinator program dengan cara :
a) Menyusun strategi pembelajaran
klinik dengan tepat.
b) Membantu preceptee dalam
menyiapkan fasilitas pembelajaran.
c) Ketika memungkinkan, kaji
aktivitas preceptee. Ini bertujuan untuk mengetahui kemajuan dan mengatur
aktivitas tersebut.
d) Berdiskusi dengan preceptee
terkait kendala-kendala dalam praktek.
e) Mengklarifikasi peran preceptor
dan preceptee untuk merencenakan kegiatan.
f) Memberikan umpan balik secara
konstruktif (contohnya pelatihan, dukungan, dorongan dan pujian).
g) Melakukan intervensi secara
cepat dalam hal-hal yang tidak diinginkan.
h) Penyesuaian level supervisi
guna membantu perkembangan diri.
4) Mengevaluasi hasil pembelajaran
klinik dalam kerjasama dengan preceptee dan penasehat fakultas dan koordinator
program dengan cara:
a) Memberikan umpan balik secara
konstruktif menggunakan lembar evaluasi (contohnya evaluasi formatif
harian/mingguan)
b) Menanyakan pertanyaan untuk
mengetahui pengetahuan preceptee yang telah dipelajari.
c) Menjelaskan penilaian preceptor
terhadap kegiatannya.
d) Mendiskusikan ketidakcocokan
antara preceptor dan preceptee
e) Berpartisipasi dengan mahasiswa
dalam melengkapi lembar evaluasi struktur yang menekankan pentingnya evaluasi
diri, dan untuk mengetahui kemajuan hasil pembelajaran dan potensi berikutnya
(contohya, evaluasi sumatif yang dilakukan saat tengah dan akhir pembelajaran
klinik).
f) Memberikan pujian dan dukungan
pembelajaran lingkungan dengan memfokuskan pada potensi mahasiswa, pencapaian
dan kemajuan menjelang pertemuan melalui proses evaluasi.
g) Memberikan umpan balik yang
positif tentang peningkatan atau kesalahan untuk mendapatkan fundamental,
profesional atau sasaran diri.
h) Melakukan langkah yang tepat
jika perkembangan hasil pembelajaran kurang memuaskan (contohnya berkonsultasi
dengan pembimbing fakultas / koordinator program).
i) Menanyakan pertanyaan terbuka
kepada mahasiswa untuk menentukan pemahaman keefektifan intervensi preceptor
untuk memfasilitasi pembelajaran klinik.
d. Praktik Profesional
a) Berperilaku otonomi dan konsisten
sesuai dengan standar kebidanan yang diakui oleh peraturan provinsi dan kode
etik kebidanan.
b) Bekerja.
c) Membantu mahasiswa untuk
mendapatkan ilmu, keahlian dan keputusan peraturan provinsi dan kode etik
kebidanan.
d) Mengklarifikasi peran, hak dan
tanggungjawab yang berhubungan dengan pembelajaran klinik.
4. Peran Preceptor
Menurut Minnesota Department of
Health (2005), seorang preceptor mempunyai 3 peran yaitu sebagai pengasuh,
pendidik, dan sebagai panutan. Tugas
atau peran seorang preceptor adalah menjembatani kesenjangan antara apa yang
preceptee pelajari ketika di kampus dengan kenyataan yang ada di lapangan.
Preceptor membantu preceptee untuk
menumbuhkan kepercayaan diri dan
mendapatkan kompetensi-kompetensi yang
dibutuhkan ketika melakukan peran barunya sebagai perawat di klinik (Oerman
& Heinrich, 2003)
Preceptor memfasilitasi pembelajaran
mahasiswa melalui pengembangan sikap saling percaya dalam pelaksanaan
preceptorship. Seorang preceptor harus melihat preceptee sebagai seseorang yang
mempunyai kemampuan dan ketertarikan untuk menjadi perawat yang berkompeten
dengan segala kerentanannya selama proses pembelajaran (Ohlring, 2004).
Seorang preceptor harus memiliki tanggung jawab sebagai :
a. Role Modelling (panutan)
a) Menunjukan praktik kebidanan profesional
yang kompeten, mendorong preceptee untuk mengintegrasikan praktik klinikal yang
profesional.
b) Menunjukan kemampuan
berkomunikasi yang efektif dengan anggota tim dan pasien.
c) Mengetahui pengetahuan pasien
tentang tempat, kebutuhan klinikal umum dan frekuensi penggunaan kemampuan
klinikal.
d) Mengetahui kebutuhan utama
pasien
b. Skill Building (Pembangun kemampuan)
a) Mengembangkan sebuah
pembelajaran kontrak atau menggabungkan keinginan preceptee tentang akuisisi
kemampuan yang dimiliki untuk difungsikan di level yang diharapkan dari area
kerja.
b) Memastikan preceptee menjadi
tidak asing lagi dengan kompetensi utama dari area kerja.
c) Menyesuaikan gaya pengajaran
agar cocok dengan gaya pembelajaran dari preceptee.
d) Menciptakan kesempatan
pembelajaran, mengijinkan untuk praktik, pengulangan dan evaluasi diri.
c. Critical Thinking (Pemikir yang
kritis)
a) Mengidentifikasi kemampuan dan
pengetahuan yang sudah dimiliki oleh mahasiswa dan menggunakan pengetahuan
serta kemampuan tersebut sebagai dasar untuk pencapaian tujuan.
b) Memberdayakan preceptee untuk
berpikir melalui masalah.
c) Mendorong preceptee untuk
bertanya dan menjawab pertanyaan.
d) Menawarkan umpan balik yang
konstruktif yang bersifat reguler.
e) Mempunyai kemampuan untuk
mengartikulasikan rasional untuk praktik mahasiswa.
f) Menciptakan lingkungan yang
memfasilitasi pengambilan resiko dan pembelajaran, mengijinkan preceptee untuk
belajar dari kesalahan.
d. Socialization (Sosialisasi)
a) Bekerja dengan tim untuk
menyambut anggota baru atau praktikan di tempat kerja.
b) Memastikan pemahaman tentang
aspek sosial dari suatu ruang, peraturan yang tidak dikatakan, pemfungsian
unit, rantai perintah dan sumber daya.
c) Mengorientasikan preceptee
terhadap tempat kerja, pengenalan, komunitas di dalam praktik dan budaya tim.
Menurut Judith M. Scanlan (2008)
tugas seorang preceptor adalah :
a. Menjelaskan orientasi tempat bagi
mahasiswa.
b. Mempertahankan pengetahuan dasar
saat ini yang berfungsi sebagai sumber pengetahuan sebagai peran perawat.
c. Sebagai model praktik keperawatan
professional.
d. Memberikan pengawasan (supervise)
klinik.
e. Membantu mahasiswa dalam beradaptasi
dengan peran baru yang melekat dalam praktek professional.
f. Berkontribusi dalam evaluasi sistem
yang mengukur kemajuan mahasiswa.
g. Berkomunikasi dengan dosen dan
mahasiswa untuk memfasilitasi fungsi dari pengalaman preceptorship.
Menurut Departemen Kesehatan Minessota (2005) peran seorang
preceptor adalah:
a. Bersama dengan departement
administrasi kesehatan, mahasiswa, dan fakultas mengidentifikasi berbagai
kesempatan belajar yang berbasis populasi sebagai tambahan pengalaman bagi
mahasiswa kebidanan.
b. Memastikan komunikasi yang
berkelanjutan dengan departemen kesehatan, sekolah kebidanan dan mahasiswa.
c. Bersedia meluangkan waktu untuk
mahasiswa sebagaimana yang sudah dijadwalkan dan menghubungi mahasiswa apabila
tidak bisa membuat jadwal pertemuan.
d. Mendukung kurikulum berbasis
populasi dan membantu dalam penerapannya di kehidupan nyata dalam kerangka
tujuan klinik.
e. Membantu mahasiswa dalam
mengembangkan kemampuan dan pengetahuan untuk praktik yang berbasis populasi.
f. Bertindak sebagai departemen
kesehatan dan narasumber masyarakat untuk fakultas.
g. Bertindak sebagai narasumber
masyarakat dan mendukung mahasiswa kebidanan di dalam instansi kebidanan.
h. Mengintegrasikan teori
pembelajaran orang dewasa dan prinsip-prinsip dalam interaksi dengan mahasiswa.
i. Memberikan umpan balik mengenai
kemajuan siswa, mengidentifikasi masalah, dan menyarankan cara-cara untuk
menyelesaikan masalah.
C. Teori
Coaching
1. Pengertian
Coaching
Pada masa yang lalu, coaching
sebagai sarana pengembangan muncul dari dunia olahraga menjadi suatu alat
penting untuk pengembangan pribadi dalam pekerjaan dan untuk mencoba mengkaji
dalam pilihan hidup. Coaching juga tumbuh dalam bidang kehidupan, pasarnya
sendiri bahkan lebih beragam, berkisar dari coach yang bekerja dalam bidang
kesehatan seperti penghentian merokok, manajemen stres dan diet, sampai gaya
hidup. Pada bidang kesehatan ini para coach secara khusus dilatih dengan latar
belakang pelayanan kesehatan atau psikologi. Dalam bidang kesehatan coaching
merupakan alternatif untuk konseling (Passmore, 2010).
Coaching merupakan proses untuk
mencapai suatu prestasi kerja dimana ada seorang yang mendampingi, memberikan
tantangan, menstimulasi dan membimbing untuk terus berkembang sehingga
seseorang bisa mencapai suatu prestasi yang diharapkan. Seseorang yang
melakukan coaching disebut coach dan orang yang dicoaching disebut coachee.
Proses coaching akan sangat menolong seseorang untuk mengaktualisasikan
dirinya, yaitu untuk mencapai satu titik dimana dia tidak hanya dapat
mengetahui keberadaannya saat itu tetapi juga mengetahui potensi kemampuan yang
seharusnya dapat dicapai. Orang yang melakukan coaching terikat dalam satu
kerjasama yang baik dengan coacheenya sehingga melalui proses ini terjalin satu
kedekatan dan saling pengertian yang lebih mendalam (Riandi & Supriatno,
2009).
Proses coaching sering diartikan
sebagai sarana untuk membantu mengatasi dan memecahkan masalah pada individu,
memberikan motivasi dan dukungan semangat dalam melaksanakan tugasnya.
Kesempatan untuk peningkatan kerja
bisa diperoleh melalui keterampilan. Untuk memperoleh bantuan yang nyata dapat
diberikan dari dukungan individu atau organisasi. Beberapa hal yang harus
diperhatikan oleh seorang fasilitator dalam melakukan bimbingan:
a. Apa hasil yang diharapkan atau yang
diinginkan
b. Bagaimana cara mengukurnya
c. Perubahan apa yang diperlukan untuk
memenuhi harapan atau hasil yang diinginkan.
Fasilitator harus menentukan apakah
peserta mampu memenuhi harapan atau hasil yang diinginkan.Terkait dengan waktu
dan usaha yang diperlukan untuk tujuan tersebut juga harus ditentukan dengan
menggunakan panduan kinerja (Mercurio, 2008).
2. Tujuan Coaching
Tujuan
yang umum diperoleh dari coaching adalah dapat meningkatkan
kinerja individu dan organisasi, keseimbangan yang lebih baik antara pekerjaan
dengan kehidupan, motivasi yang lebih tinggi, pemahaman diri yang lebih baik,
pengambilan keputusan yang lebih baik dan peningkatan pelaksanaan manajemen
perubahan.
Beberapa tujuan coaching:
a. Menstimulan
pengembangan keterampilan peserta secara individual
b. Membantu
peserta menggunakan pekerjaan sebagai pengalaman pembelajaran dengan bimbingan
dan mengembangkan profesional peserta
c. Memberi
kesempatan kepada peserta untuk melengkapi pekerjaan yang diberikan fasilitator
dan pada saat yang sama mempersiapkan keterampilan peserta dalam mengambil
tanggung jawab dan pekerjaan mendatang
d. Meningkatkan
kemampuan kemandirian belajar dari peserta dan mengatasi permasalahan yang
dihadapi mereka.
3. Proses Coaching
Proses coaching adalah
untuk menetapkan dan menjelaskan arah dan tujuan serta untuk mengembangkan
rencana-rencana kerja untuk mencapai tujuan.Selain itu dijelaskan juga satu
pengertian mengenai hal-hal yang penting dalam kehidupan bahwa kita diberikan
kemampuan untuk mengambil dan melaksanakan tanggung jawab yang telah diberikan
dan membangun serta melakukan setiap rencana kerja. Secara sederhana
proses coaching akan membantu untuk menciptakan visi yang
terbaik dan terbaru yang dimiliki dalam rangka mencapai suatu keberhasilan.
Dimana keberhasilan adalah saat kita dapat mencapai tujuan secara kontinyu.
Coaching dan mentoring terkadang
sulit dibedakan tetapi pada dasarnya berbeda, seorang mentor mempunyai
pengalaman dan pengetahuan di bidang khusus, dimana kemudian bertindak sebagai
penasihat, konselor, pemandu, pembimbing, tutor ataupun guru. Hal ini berbeda
dengan peran coach yang tidak memberikan nasihat, tetapi lebih
kepada membantu coachee untuk menemukan pengetahuan dan
keterampilan yang ada dalam dirinya, kemudian memfasilitasi coachee untuk
dapat menjadi penasihat bagi dirinya sendiri.
Perbedaan Coaching dan Mentoring
Coaching
|
Mentoring
|
|
Tingkat Formalitas
|
Lebih formal.
Kontrak atau aturan dasar ditetapkan, sering
melibatkan orang ketiga.
|
Kurang formal.
Kebanyakan diantara dua pihak.
|
Lama Kontrak
|
Jangka waktu lebih pendek.
Umumnya antara 4 dan 12 pertemuan yang disepakati,
antara 2 sampai 12 bulan.
|
Jangka waktu lebih panjang.
Umumnya tidak disebutkan jumlah pertemuan dengan
hubungan, biasanya dijalani 3 sampai 5 tahun.
|
Fokus
|
Lebih fokus pada kinerja.
Umumnya fokus lebih besar pada keterampilan jangka
pendek dan kinerja.
|
Lebih fokus pada karir.
Umumnya fokus pada masalah karir jangka panjang,
memeroleh pengalaman yang tepat dan pemikiran jangka panjang.
|
Tingkat Bidang Pengetahuan
|
Lebih generalis.
Umumnya coach memiliki pengetahuan bidang terbatas.
|
Lebih ke bidang pengetahuan.
Umumnya mentor memiliki pengetahuan tentang
organisasi atau bidang bisnis.
|
Pelatihan
|
Lebih kepelatihan membangun hubungan.
Umumnya coach memiliki latar belakang psikologi,
psikoterapi atau SDM.
|
Lebih kepelatihan manajemen.
Umumnya mentor memiliki latar belakang di manajemen
senior.
|
Fokus
|
Umumnya ada dua fokus yaitu kebutuhan individu dan
kebutuhan organisasi.
|
Fokus tunggal.
Umumnya fokus pada kebutuhan individu.
|
Orang yang sedang di coaching atau coachee,
akan diarahkan untuk membahas secara terperinci dimulai dari tujuan evaluasi
pekerjaan saat itu, siapa dan bagaimana keberadaan coachee, apa dan
dimana yang menjadi prioritas dan coachee akan diarahkan untuk menyadari untuk
membuat satu keputusan tentang masa depan. Melalui bantuan seorang
personal coach maka seorang coachee akan
semakin mempertajam kehidupan personalnya dan dia akan lebih efektif di dalam
menyelesaikan segala persoalan kehidupannya.
Proses coaching pada
intinya adalah suatu percakapan, dialog antara seorang peserta dengan orang
yang membimbing (fasilitator). Penerapan konteks pendekatan hasil (result
oriented) yang produktif, seorang coach akan melibatkan
si coachee untuk membicarakan sesuatu yang sudah diketahui.
Pada kenyataannya seorang coachee suah memiliki semua jawaban
terhadap semua pertanyaan, apakah itu sudah ditanyakan atau belum ditanyakan.
Dapat disimpulkan bahwa proses coaching juga meningkatkan
proses berpikir dari yang dibimbing.
Seorang coach akan
membantu coachee di dalam suatu proses pembelajaran,
tetapi coach bukanlah seorang guru dan tidak perlu untuk
mengetahui bagaimana mengerjakan sesuatu dengan lebih baik daripada yang
dikerjakan coachee. Tetapi yang terpenting adalah seorang coach akan
lebih mengobservasi mengenai pola, menetapkan tahap-tahap tindakan atau action
yang lebih baik yang akan dikerjakan. Dimana proses ini melibatkan proses
pembelajaran melalui berbagai teknik coaching seperti:
a. Mendengarkan
b. Refleksi,
menanyakan pertanyaan dan menyediakan informasi
c. Seorang
coach akan menolong coachee untuk menjadi seorang yang mampu mengoreksi dirinya
sendiri dan membangkitkan diri sendiri. Sehingga dia dapat belajar untuk memperbaiki
sikap dan tingkah lakunya, membangkitkan pertanyaan-pertanyaan dan menemukan
jawabannya.
Dalam
proses coaching, fasilitator melaksanakan hal berikut ini:
a. Menjelaskan
keterampilan dan interaksi yang akan dilakukan kepada peserta yang dibimbing
b. Memeragakan
keterampilan dengan cara yang sistematis, efektif, dengan menggunakan alat
bantu latihan seperti model anatomic atau boneka
c. Mengamati
secara saksama simulasi ulang oleh peserta pada tatanan seperti kondisi nyata.
Langkah-langkah
dalam coaching, yaitu:
a. Sebelum
praktik sebaiknya peserta mengadakan pertemuan untuk mereview kegiatan,
termasuk langkah-langkah yang perlu mendapat penekanan
b. Fasilitator
merencanakan skenario pembelajaran secara rinci dan menyiapkan seluruh
instrumen bimbingan termasuk instrumen evaluasi
c. Instrumen
evaluasi disampaikan dan dibahas bersama dengan peserta
d. Fasilitator
menyiapkan ruangan pelatihan beserta kelengkapannya. Apabila materi yang akan
dilatihkan berupa keterampilan dalam bidang kesehatan maka sarana prasarana
pembelajaran disiapkan semirip mungkin dengan keadaan nyata di lapangan
e. Pelajari
kemampuan dasar yang telah dimiliki oleh setiap peserta, sehingga fasilitator
dapat memusatkan dan menyesuaikan bimbingan dengan kemampuan yang telah
dimiliki agar bimbingan berjalan secara efektif dan efisien
f. Fasilitator
merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi proses bimbingan dan memberikan
umpan balik sesuai dengan tingkat pencapaian kompetensi setiap peserta
g. Peserta
melakukan redemonstrasi, fasilitator mengamati dan memberikan umpan balik saat
mereka melakukan langkah-langkah kegiatan. Peserta mencoba kembali tanpa
bimbingan, fasilitator memberikan umpan balik dan penguatan
h. Umpan
balik harus disampaikan sesegera mungkin dan lebih sering dilakukan pada awal
latihan kemudian berkurang secara bertahap sesuai dengan tingkat perkembangan
masing-masing peserta. Umpan balik menggunakan penuntun belajar atau check list
yang telah disiapkan
i. Setelah
peserta dinilai kompeten yaitu dapat melakukan prosedur secara mandiri dengan
benar di dalam pembelajaran laboratorium atau simulasi, selanjutnya peserta
diberikan kesempatan untuk melakukan prosedur nyata di lahan kepada klien yang
sebenarnya dengan pengawasan dan bimbingan. Fasilitator melakukan evaluasi
terhadap penampilan atau kinerja peserta
j. Apabila
bimbingan berupa manajemen, maka setelah pembelajaran laboratorium maka
dilanjutkan pula pada pembimbingan di lapangan misalnya penyusunan SOP,
perencanaan pelayanan di ruang perawatan, memimpin rapat koordinasi, melakukan
monitoring dan evaluasi, melakukan supervisi kepada staf keperawatan
k. Bimbingan
dilakukan sampai peserta dinilai kompeten dalam melaksanakan keterampilan
l. Fasilitator
memberikan kesempatan kepada peserta untuk melakukan refleksi dan fasilitator
menyampaikan umpan balik dalam melaksanakan praktik
m. Hasil
evaluasi penampilan peserta digunakan sebagai salah satu bahan untuk menetapkan
tingkat kompetensi atau keberhasilan peserta sesuai dengan standar pelatihan
yang telah ditetapkan.
4. Teknik Coaching
a. Tahap
Orientasi
Tahap ini merupakan
tahap perkenalan dan tahap pengkondisian agar tercipta suasana yang saling
mempercayai.
b. Tahap
Klarifikasi
Pada tahap ini
dilakukan analisis permasalahan. Masalah yang akan dipecahkan diuraikan
sehingga jelas mana permasalahan utama dan juga permasalahan mana yang akan
dipecahkan terlebih dahulu.
c. Tahap
Pemecahan (Perubahan)
Pada tahap ini coachee dengan
bantuan coach berusaha mencari solusi terhadap permasalahan yang
dihadapi. Coach berusaha memberikan saran dan
alternatif-alternatif, namun coachee sendirilah yang harus
mengembangkan solusi permasalahan yang dihadapi.
d. Tahap
Penutup
Pada tahap ini
dilakukan evaluasi terhadap apa yang telah dicapai coachee dari
proses coaching. Hal-hal yang pada tahap pendahuluan disepakati
untuk diubah atau diperbaiki akan dinilai apakah tujuan tersebut telah tercapai
atau belum.
Teknik
yang efektif bisa digunakan untuk mempercepat proses pembelajaran, teknik yang
terbaik adalah dengan memiliki koneksi dengan coachee dan
dengan teknik yang sederhana seperti mendengarkan, mengajukan pertanyaan,
mengklarifikasi dan memberi umpan balik merupakan teknik-teknik dasar utama
dalam coaching.
Beberapa cara untuk
mengaktifkan teknik coaching seperti:
1) Menjadi
Contoh (Lead by Example)
Artinya secara
sederhana adalah lakukan apa yang kau katakan. Coach tidak
bisa meminta coachee untuk datang tepat waktu, apabila dia
sendiri selalu datang terlambat. Orang-orang akan mengikuti instruksi kita atau
rekomendasi kita jika kita telah menjadi contoh yang baik.
2) Pendengar
yang Aktif (Active Listening)
Orang-orang pada
umumnya sangat senang untuk berbicara. Mereka akan membicarakan permasalahan
mereka, tentang kehidupan, tentang karir mereka, tentang anak-anak mereka dan
mereka akan membicarakan mengenai semua yang ada dalam kehidupan mereka.
Seorang coach akan bisa membangun suatu kepercayaan
dengan coachee dengan menjadi seorang pendengar yang aktif
yang mau memberikan perhatian pada saat mereka berbicara. Dengan perlakuan ini
orang-orang akan merasa dihargai. Namun begitu, harus dipastikan coach tahu
mengendalikan pembicaraan-pembicaraan yang tidak relevan sehingga pembicaraan
menjadi produktif.
3) Alat-alat
Peraga (Visual Aids)
Dapatkah kita mengikuti
penjelasan mengenai langkah-langkah yang cukup banyak yang harus dikerjakan
dengan hanya mendengarkan instruksi saja?Kalau saya terus terang tidak bisa.
Seseorang akan lebih cepat proses pembelajarannya dengan memberikan penjelasan
dengan menggunakan alat-alat peraga yang bisa langsung dilihat seperti
ilustrasi, gambar, data-data statistik dan lain sebagainya.
4) Dibuat
Sederhana (Keep it Simple)
Pada suatu
program coaching, tidak perlu dijelaskan segala hal secara panjang
lebar. Untuk mempercepat proses pembelajaran harus digunakan bagian yang
sederhana dimana coacheedapat dengan mudah mengerti.
5) Langsung
kepada Sasaran (Get Straight to the Point)
Bagian ini sangat
membantu pada saat proses coaching dilakukan dengan adanya
keterbatasan waktu. Daripada memberikan pendahuluan yang terlalu panjang dan
membosankan, lebih baik langsung menuju sasaran sehingga dapat menghemat waktu.
5. Keuntungan Coaching
a. Dapat
mendorong kemampuan masing-masing individu sesuai dengan minatnya
b. Dapat
menilai masing-masing peserta dengan berbagai metode penilaian termasuk
observasi
c. Dapat
mengikuti lebih dekat setiap perkembangan peserta
d. Coaching lebih
pada pendekatan personal dibanding dengan training kelompok
e. Peserta
merasa lebih termotivasi dan bertanggung jawab untuk melakukan keterampilan
yang baru dipelajari karena bimbingan berlangsung terus menerus dan personal
6. Kemampuan
melakukan Coaching
Kompetensi
dalam coaching dapat dibagi dalam 3 kelompok, yaitu:
a. Kompetensi
menjaga hubungan
Para coach harus
mampu menunjukkan bahwa adanya keterbukaan, jujur dan menghargai orang lain.
b. Menjadi
efektif
Para coach harus
memiliki kepercayaan diri untuk dapat bekerja dengan para coachee dan
memiliki kesadaran diri.
c. Melakukan coaching
Para coach harus
mampu berpegang pada metodelogi yang jelas, cakap dalam mengaplikasikan metode
serta alat-alat dan teknik-teknik yang relevan serta selalu hadir dalam setiap
sesi coaching Kemampuan yang harus dimiliki untuk melakukan coaching yaitu
sebagai berikut:
1) Fasilitator
harus dapat membimbing secara efektif an sungguh-sungguh kepada setiap peserta
2) Fasilitator
dituntut memiliki kemampuan observasi, analisis dan diagnosis yang tajam
terhadap masalah pelatihan atau pembelajaran
3) Fasilitator
dituntut memiliki kemampuan dan fleksibilitas yang tinggi terhadap materi yang
dilatihkannya
4) Melakukan
bimbingan dan komunikasi secara asertif
5) Memiliki
daya empati dan peka terhadap kebutuhan peserta
6) Mampu
menjadi pendengar yang baik
7) Terbuka
untuk menerima pendapat
D. Teori
PWS-KIA
1. Pengertian Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu
dan Anak (PWS-KIA)
Puskesmas
merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan dasar yang berfungsi membina peran
serta masyarakat sebagi pusat pembangunan kesehatan masyarakat.Manajemen yang
baik merupakan faktor yang sangat menentukan dalam mewujudkan fungsi
puskesmas.Fungsi manajemen tersebut, terutama dalam hal monitoring (pemantauan)
dan evaluasi (penilaian) keberhasilan program puskesmas.Salah satu upaya
monitoring dan evaluasi adalah dengan menggunakan Pemantauan Wilayah Setempat
(PWS).Program kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan salah satu program pokok
di puskesmas yang mendapat prioritas tinggi, mengingat kelompok ibu hamil,
menyusui, bayi dan anak merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap
kesakitan dan kematian.
Pemantauan
wilayah setempat KIA adalah suatu alat manajemen program KIA untuk memantau
cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah (Puskesmas/Kecamatan) secara terus
menerus, sehingga dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat terhadap
desa dengan cakupan pelayanan KIA yang masih rendah (Aisyah,2009).
Tujuan
PWS-KIA adalah Meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA di wilayah kerja
puskesmas, melalui pemantauan cakupan pelayanan KIA di tiap desa secara terus
menerus.
2.
Tujuan PWS-KIA
a.
Tujuan Umum
Meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA di wilayah
kerja puskesmas, melalui pemantauan cakupan pelayanan KIA di tiap desa secara
terus menerus.
b. Tujuan Khusus
1) Memantau cakupan pelayanan KIA yang
dipilih sebagai indikator secara teratur (bulanan) dan terus menerus.
2) Menilai kesenjangan antara target
dengan pencapaian.
3) Menentukan urutan daerah prioritas
yang akan ditangani secara intensif.
4) Merencanakan tindak lanjut dengan
menggunakan sumber daya yang tersedia.
5) Membangkitkan peran pamong dalam
menggerakkan sasaran dan mobilisasi sumber daya.
3. Prinsip Program KIA
Pengelolaan
program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu
pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA ini
diutamakan pada kegiatan-kegiatan pokok, sebagai berikut:
a. Peningkatan
pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan dengan mutu sesuai standar
serta menjangkau seluruh sasaran.
b. Peningkatan
pertolongan persalinan ditujukan kepada peningkatan pertolongan oleh tenaga
kesehatan kebidanan secara bertahap.
c. Peningkatan
deteksi dini resiko tinggi/komplikasi kebidanan baik oleh tenaga kesehatan
maupun di masyarakat oleh kader dan dukun bayi, serta penanganan dan
pengamatannnya secara terus-menerus.
d. Peningkatan
penanganan komplikasi kebidanan secara adekuat dan pengamatan secara terus
menerus oleh tenaga kesehatan.
e. Peningkatan
pelayanan neonatal dan ibu nifas dengan mutu sesuai standar dan menjangkau
seluruh sasaran.
4. Batasan PWS-KIA
a. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal
adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional untuk ibu selama masa
kehamilannya, yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang
ditetapkan.Standar operasioanal yang ditetapkan untuk pelayanan antenatal
adalah “5T/7T”.
b. Penjaringan (Deteksi) Dini Kehamilan Beresiko
Kegiatan ini bertujuan
menemukan ibu hamil beresiko, yang dapat dilakukan oleh kader, dukun bayi, dan
tenaga kesehatan.
c. Kunjungan Ibu Hamil
Kontak ibu hamil dengan
tenaga profesional untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar yang
ditetapkan. Istilah “kunjungan” disini tidak mengandung arti bahwa ibu hamil
yang berkunjung ke fasilitas pelayanan, tetapi setiap kontak tenaga kesehatan
(di posyandu, pondok bersalin desa, kunjungan rumah) dengan
ibu hamil untuk memberikan pelayanan antenatal sesuai standar dapat
dianggap sebagai kunjungan ibu hamil.
d. Kunjungan Baru Ibu Hamil (K1)
Adalah kunjungan ibu
hamil yang pertama kali pada masa kehamilan.
e. Kunjungan Ulang
Adalah kontak ibu hamil
dengan tenaga kesehatan yang kedua dan seterusnya, untuk mendapatkan pelayanan
antenatal sesuai standar selama satu periode kehamilan berlangsung.
f. K4
Adalah kontak ibu hamil
dengan tenaga kesehatan yang ke-4 (atau lebih), untuk mendapatkan pelayanan
antenatal sesuai standar yang ditetapkan, dengan syarat:
1) Minimal
satu kali kontak pada trimester I
2) Minimal
satu kali kontak pada trimester II
3) Minimal
dua kali kontak pada trimester III
g. Kunjungan Neonatal (KN)
Adalah kontak neonatal
dengan tenaga kesehatan minimal dua kali untuk mendapatkan pelayanan dan
pemeriksaan kesehatan neonatal, baik di dalam maupun di luar gedung puskesmas
(termasuk bidan di desa, polindes, dan kunjungan rumah), dengan ketentuan :
1) Kunjungan
pertama kali pada hari pertama sampai dengan hari ke-7 (sejak 6 jam setelah
lahir).
2) Kunjungan
kedua kali pada hari ke-8 sampai dengan hari ke-28.
3) Pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan bukan merupakan kunjungan neonatal.
h. Cakupan Akses
Adalah persentase ibu
hamil di suatu wilayah, dalam kurun waktu tertentu, yang pernah mendapat
pelayanan antenatal sesuai standar paling sedikit satu kali selama kehamilan.
Cara menghitungnya adalah sbb: (jumlah kunjungan baru ibu hamil dibagi dengan
jumlah sasaran ibu hamil yang ada disuatu wilayah kerja dalam kurun waktu satu
tahun) dikalikan 100 %.
i. Cakupan Ibu Hamil (K4)
Adalah persentase ibu
hamil disuatu wilayah, dalam kurun waktu tertentu, yang mendapatkan pelayanan
antenatal sesuai standar paling sedikit 4 kali dengan trimester I, 1 kali pada
trimester ke II dan 2 kali pada trimester ke III. Cara menghitungnya adalah sbb
: (Jumlah ibu hamil yang telah menerima K4 dibagi jumlah sasaran ibu hamil
dengan kurun waktu 1 tahun) dikalikan 100 %)
j. Sasaran Ibu Hamil
Adalah jumlah semua ibu
hamil disuatu wilayah dalam kurun waktu 1 tahun, angka ini dapat diperoleh
dengan berbagai cara yaitu :
1) Angka
sebenarnya, yang diperoleh berdasarkan cacah jiwa.
2) Angka
perkiraan, yaitu memakai rumus : = angka kelahiran kasar (CBR) x 1.1 x jumlah
penduduk setempat ; dengan pengambilan angka CBR dari provinsi atau bila ada
dari kabupaten setempat atau 3 % x jumlah penduduk setempat.
k. Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan
Adalah persentase ibu
bersalin di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang ditolong
persalinannya oleh tenaga kesehatan.
l. Cakupan Penjaringan Ibu Hamil Beresiko Oleh
Masyarakat
Adalah persentase ibu
hamil beresiko yang ditemukan oleh kader dan dukun bayi yang kemudian dirujuk
ke puskesmas/tenaga kesehatan, dalam kurun waktu tertentu.
m. Cakupan Penjaringan Ibu Hamil Beresiko Oleh Tenaga
Kesehatan
Adalah persentase ibu
hamil beresiko yang ditemukan baik oleh tenaga kesehatan maupun oleh kader/
dukun bayi yang telah dipastikan oleh tenaga kesehatan, yang kemudian
ditindaklanjuti (dipantau secara intensif dan ditangani sesuai kewenangan dan
/atau dirujuk ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi) dalam kurun waktu
tertentu.
n. Ibu Hamil Beresiko
Adalah ibu hamil yang
mempunyai faktor resiko dan resiko tinggi.
o. Cakupan Kunjungan Neonatal (KN)
Adalah persentase
neonatal (bayi umur kurang dari 1 bulan) yang memperoleh pelayanan kesehatan
minimal dua kali dari tenaga kesehatan, satu kali pada hari pertama sampai
dengan hari ketujuh dan satu kali pada hari ke delapan sampai dengan hati ke dua
puluh delapan.
5. Indikator PWS-KIA
Indikator
pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS-KIA meliputi indikator yang dapat
menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program KIA. Ditetapkan 6 indikator
dalam PWS-KIA, yaitu :
a. Akses pelayanan antenatal (cakupan K1)
Indikator
akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta
kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat. Rumus yang dipakai untuk
perhitungannya adalah :
Jumlah kunjungan baru (K1) ibu hamil
|
X 100 %
|
Jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun
|
b. Cakupan Pelayanan Ibu Hamil ( Cakupan K4 )
Indikator ini dapat
diketahui cakupan pelayanan antenatal secara lengkap (memenuhi standar
pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan), yang menggambarkan tingkat
perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, disamping menggambarkan kemampuan
manajemen ataupun kelangsungan program KIA.
Rumus :
Jumlah
kunjungan ibu hamil (K4)
|
X 100 %
|
Jumlah sasaran
ibu hamil dalam satu tahun
|
c. Cakupan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan
Indikator ini dapat
diperkirakan proporsi persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan dan ini
menggambarkan kemampuan manajemen program KIA dalam pertolongan persalinan
secara profesional.
Rumus :
Jumlah
persalinan oleh tenaga kesehatan
|
X 100 %
|
Jumlah sasaran
persalinan dalam satu tahun
|
d. Penjaringan (Deteksi) Ibu Hamil Beresiko Oleh
Masyarakat
Indikator ini dapat
diukur tingkat kemampuan dan peran serta masyarakat dalam melakukan deteksi ibu
hamil beresiko di suatu wilayah.
Rumus :
Jumlah ibu hamil beresiko yang dirujuk
oleh dukun bayi/kader ketenagakesehatan
|
X 100 %
|
Jumlah sasaran ibu hamil dalam 1 tahun
|
e. Penjaringan ( Deteksi) Ibu Hamil Beresiko Oleh
Tenaga Kesehatan
Indikator ini dapat
diperkirakan besarnya masalah yang dihadapi oleh program KIA dan harus
ditindaklanjuti dengan intervensi secara intensif.
Rumus :
Jumlah ibu
hamil beresiko yang ditemukan oleh tenaga kesehatan dan atau
dirujuk oleh dukun bayi dan kader
|
X 100 %
|
Jumlah sasaran
ibu hamil dalam 1 tahun
|
f. Cakupan Pelayanan Neonatal (KN) Oleh Tenaga
Kesehatan
Indikator ini dapat
diketahui jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan neonatal.
Rumus :
Jumlah
kunjungan neonatal yang mendapat pelayanan kesehatan minimal 2 kali oleh
tenaga kesehatan
|
X 100 %
|
Jumlah seluruh
sasaran bayi dalam 1 tahun
|
6. Cara Membuat Grafik PWS-KIA
PWS-KIA
disajikan dalam bentuk grafik dari tiap indikator yang dipakai, yang juga
menggambarkan pencapaian tiap desa dalam tiap bulan. Dengan demikian tiap
bulannya dibuat 6 grafik, yaitu :
a. Grafik
cakupan K1.
b. Grafik
cakupan K4.
c. Grafik
cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan.
d. Grafik
penjaringan ibu hamil beresiko oleh masyarakat.
e. Grafik
penjaringan ibu hamil beresiko oleh tenaga kesehatan.
f. Grafik
cakupan neonatal oleh tenaga kesehatan
Semuanya itu dipakai untuk alat
pemantauan program KIA, dapat dimanfaatkan juga untuk alat motivasi dan
komunikasi lintas sektor. Di bawah ini dijabarkan cara membuat grafik PWS-KIA
untuk tingkat Puskesmas, yang dilakukan tiap bulan, untuk desa. Langkah-langkah
pokok dalam pembuatan grafik PWS-KIA :
1) Pengumpulan Data
Data yang diperlukan
untuk menghitung tiap indikator diperoleh dari catatan ibu hamil per desa,
register kegiatan harian, register kohort ibu dan bayi, kegiatan pemantauan ibu
hamil per desa, catatan posyandu, laporan dari bidan/dokter praktek swasta,
rumah sakit bersalin dan sebagainya
2) Pengelolaan Data
Sebagai contoh dalam
menggambarkan grafik PWS-KIA untuk bulan juni 2012, maka data yang diperlukan
adalah :
a) Cakupan
kumulatif per desa.
b) Cakupan
bulan (Juni 2012) untuk keenam indikator.
c) Cakupan
bulan lalu (Mei 2012).
Di
bawah ini contoh perhitungan/pengelolaan data untuk cakupan K1 dan K4 :
a. Perhitungan
untuk cakupan K1 (akses)
1) Pencapaian
kumulatif per desa
Pencapaian
cakupan kumulatif ibu hamil baru per desa (januari s/d juni 2012) per sasaran
ibu hamil per desa selama 1 tahun dikali 100%.
2) Pencapaian
bulan ini per desa
Pencapaian
sasaran ibu hamil per desa selama bulan juni 2012 per sasaran ibu hamil per
desa selama 1 tahun dikali 100%.
3) Pencapaian
bulan lalu per desa
Pencapaian cakupan ibu
hamil baru per desa selama bulan juni 2012 per sasaran ibu hamil per desa
selama 1 tahun dikali 100%.
b. Perhitungan
untuk cakupan K4
1) Pencapaian
kumulatif per desa
Pencapaian
cakupan kumulatif kunjungan ibu hamil (K4) per desa (januari s/d juni 2012) per
sasaran ibu hamil per desa selama 1 tahun dikali 100%.
2) Pencapaian
bulan ini
Pencapaian
cakupan kunjungan ibu hamil (K4) per desa selama bulan juni 2012 per sasaran
ibu hamil per desa selama 1 tahun dikali 100%.
3) Pencapaian
bulan lalu
Pencapaian
cakupan kunjungan ibu hamil (K4) per desa selama bulan mei 2012 per sasaran ibu
hamil per desa selama 1 tahun dikali 100%. Cara untuk keempat indikator lainnya
sama dengan perhitungan di atas.
7. Penggambaran Grafik PWS-KIA
Langkah-langkah
yang dilakukan dalam membuat grafik PWS-KIA (dengan menggunakan indikator
cakupan K1) adalah sebagai berikut
a. Menentukan
target rata-rata per bulan untuk menggambarkan skala pada garis vertikal (sumbu
Y).
b. Hasil
perhitungan pencapaian kumulatif cakupan K1 s/d bulan juni dimasukkan ke dalam
jalur % kumulatif secara berurutan sesuai peringkat. Pencapaian tertinggi di
sebelah kiri dan terendah di sebelah kanan, sedangkan pencapaian untuk
puskesmas dimasukkan ke dalam kolom terakhir.
c. Nama
desa bersangkutan dituliskan pada lajur desa, sesuai dengan cakupan kumulatif
masing-masing desa yang dituliskan pada butir b diatas.
d. Hasil
perhitungan pencapaian bulan ini (Juni) dan bulan lalu (Mei) untuk
tiap desa dimasukkan ke dalam lajur masing-masing.
e. Gambar
anak panah dipergunakan untuk mengisi lajur Trend. Bila pencapaian cakupan
bulan ini lebih besar dari pencapaian cakupan bulan lalu, maka digambar anak
panah yang menunjuk ke atas.Sebaliknya, untuk cakupan bulan ini yang lebih
rendah dari cakupan bulan lalu, digambarkan anak panah yang menunjukkan ke
bawah, sedangkan untuk cakupan yang tetap/sama gambarkan dengan tanda (-).
E.
Teori
Masa Nifas
1.
Definisi
Masa Nifas
Masa nifas (puerperium), berasal dari bahasa latin yaitu puer yang
artinya bayi dan partus yang artinya melahirkan atau berarti masa sesudah
melahirkan. Asuhan kebidanan masa nifas adalah penatalaksanaan asuhan yang
diberikan pada pasien mulai dari saat setelah lahirnya bayi sampai dengan
kembalinya tubuh dalam keadaaan seperti sebelum hamil atau mendekati keadaan
sebelum hamil.
Masa ini merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan
untuk selalu melakukan pemantauan karena pelaksanaan yang kurang maksimal dapat
menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah, bahkan dapat berlanjut pada komplikasi masa nifas seperti sepsis puerperalis. Jika ditinjau dari
penyabab kematian para ibu, infeksi merupakan penyebab kematian terbanyak nomor
dua setelah perdarahan sehingga sangat tepat jika para tenaga kesehatan
memberikan perhatian yang tinggi pada masa ini. Adanya permasalahan pada ibu
akan berimbas juga kepada kesejahteraan bayi yang dilahirkan karena bayi
tersebut tidak akan mendapatkan perawatan maksimal dari ibunya. Dengan
demikian, angka morbiditas dan mortalitas bayi pun akan semakin meningkat
(Sulistyawati, 2009).
2.
Fisiologi
pada Masa Nifas
a. Perubahan sistem reproduksi
1) Uterus
Involusi
uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke
kondisi sebelum hamil. Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:
o Iskemia Miometrium : hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus
menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus
menjadi relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
o Atrofi jaringan : atrofi jaringan
terjadi sebagai reaksi penghentian hormon esterogen saat pelepasan plasenta.
o Autolysis : merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam
otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan
jaringan otot yang telah mengendur hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum
hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan.
Hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan progesteron.
o Efek Oksitosin : oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan
retraksi otot uterus sehingga
akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke
uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs
atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan.
Tabel 2.4 Tabel Tinggi Fundus dan
Berat Uteri Menurut Involusi
Involusi
|
Berat Uterus
|
Tinggi Fundus
Uterus
|
Bayi lahir
|
1000 gram
|
Setinggi pusat
|
Uri lahir
|
750 gram
|
2 jari dibawah pusat
|
1 minggu
|
500 gram
|
Pertengahan pusat dan simfisis
|
2 minggu
|
350 gram
|
Tidak teraba diatas simfisis
|
6 minggu
|
50 gram
|
Bertambah kecil
|
8 minggu
|
30 gram
|
Sebesar normal
|
otot-otot
uterus berkontraksi segera postpartum. pembuluh-pembuluh darah yang berada
diantara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. proses ini akan menghentikan
pendarahan setelah plasenta dilahirkan (Prawirohardjo, 2010).
a.
Lochea
Lochea
yaitu cairan yang berasal dari luka kavum uteri yaitu luka plasenta yang
dikeluarkan melalui vagina pada masa nifas. Klasifikasi Lochea menurut William
yang dikutip dari Anggraini (2010) yaitu:
o
Rubra (cruenta) 1-3 hari Merah
kehitaman, terdiri dari darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding
rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi), dan sisa mekoneum.
o
Sanguinolenta 3-7 hari Merah kecoklatan dan
berlendir. Sisa darah bercampur lendir.
o
Serosa 7-14 hari Kuning kecoklatan lebih
sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan/
laserasi plasenta.
o
Alba >14 hari Putih mengandung leukosit,
sel desidua dan sel epitel, selaput lendir servik dan serabut jaringan yang
mati.
Lochea mempunyai bau yang khas, tidak
seperti bau menstruasi. Bau ini lebih terasa tercium pada lokchea serosa, bau
ini juga akan semakin lebih keras jika bercampur dengan keringat dan harus
cermat membedakannya dengan bau busuk yang menandakan adanya infeksi.
2)
Endometrium
Perubahan pada endometrium adalah trombosis, degenerasi, dan
nekrosis ditempat implantasi plasenta. Pada hari pertama tebal endometrium 2,5
mm, mempunyai
permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua, dan selaput janin. Setelah tiga
hari mulai rata, sehingga tidak ada pembentukan jaringan parut pada bekas
implantasi plasenta (Saleha, 2009).
3)
Serviks
Perubahan yang terjadi pada servik ialah bentuk servik agak
mengangah seperti corong, segera setelah bayi lahir. Bentuk ini disebabkan oleh
corpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan servik tidak
berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korvus dan servik
berbentuk semacam cincin (Sulistyawati, 2009).
4) Vagina dan perineum
Selama
proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan. Rugae
timbul kembali pada minggu ke tiga. Ukuran vagina akan selalu lebih besar
dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama.
Perubahan
pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat perineum mengalami robekan.
Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun dilakukan
episiotomi dengan indikasi tertentu. Meskipun demikian, latihan otot perineum
dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina hingga
tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada akhir puerperium dengan latihan
harian.
b. Perubahan sistem pencernaan
Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini
disebabkan karena makanan padat dan kurang berserat selama persalinan.
Disamping itu rasa takut buang air besar, sehubungan dengan jahitan pada
perinium, jangan sampai lepas dan jangan takut akan rasa nyeri. Buang air besar
harus dilakukan tiga sampai empat hari setelah persalinan.
c.
Perubahan perkemihan
Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu, tergantung
pada keadaan sebelum persalinan lamanya partus kala dua dilalui, besarnya
tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan (Rahmawati, 2009).
d.
Perubahan
sistem muskuloskeletal
Otot-otot
uterus berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh-pembuluh darah yang berada
diantara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan
pendarahan setelah plasenta dilahirkan. Ligamen-ligamen, diafragma pelvis,
serta fasia yang meregang pada waktu persalinan, secara berangsur-angsur
menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tak jarang uterus jatuh kebelakang dan
menjadi retropleksi karena ligamentum rotundum menjadi kendor. Tidak jarang
pula wanita mengeluh kandungannya turun setelah melahirkan karena ligamen,
fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi kendor. Stabilisasi secara
sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan (Sulistyawati, 2009).
e.
Perubahan
tanda-tanda vital
1)
Suhu
Suhu
tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2oC. Sesudah partus dapat
naik kurang lebih 0,5 oC dari keadaan normal, namun tidak akan
melebihi 8oC. Sesudah dua jam pertama melahirkan umumnya suhu badan
akan kembali normal. Bila suhu lebih dari 38oC, mungkin terjadi
infeksi pada klien.
2)
Nadi
dan pernafasan
Nadi
berkisar antara 60-80 denyutan permenit setelah partus, dan dapat terjadi
Bradikardia. Bila terdapat takikardia dan suhu tubuh tidak panas. Mungkin ada
pendarahan belebihan atau ada vitium kordis pada penderita pada masa nifas
umumnya denyut nadi labil dibandingkan dengan suhu tubuh, sedangkan pernafasan
akan sedikit meningkat setelah partus kemudian kembali seperti keadaan semula.
3)
Tekanan
darah
Pada
beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi postpartum akan menghilang dengan
sendirinya apabila tidak terdapat penyakit-penyakit lain yang menyertainya
dalam setengah bulan tanpa pengobatan (Saleha, 2009).
f.
Perawatan pada masa nifas
Perawatan postpartum dimulai sejak kala uri dengan menghindarkan
adanya kemungkinan pendarahan postpartum dan infeksi. Bila ada laserasi jalan
lahir atau luka bekas episiotomi, lakukan penjahitan dan perawatan luka dengan
sebaik-baiknya penolong persalinan harus tetap waspada sekurang-kurangnya 1 jam
postpartum untuk mengatasi kemungkinan terjadinya pendarahan post partum.
Umumnya wanita sangat lelah setelah melahirkan. Karenanya, ia harus cukup dalam
pemenuhan istirahatnya. Dari hal tersebut ibu harus di anjurkan untuk tidur
terlentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring-miring ke kanan
dan ke kiri, untuk mencegah adanya thrombosis. Pada hari ke-2 barulah ibu di
perbolehkan duduk, hari ke 3 jalan-jalan, dan hari ke-4 atau ke-5 sudah diperbolehkan
pulang (Prawirohadjo C, 2010).
Ibu diminta untuk buang air kecil
(miksi) 6 jam postpartum. Jika dalam 8 jam postpartum belum dapat berkemih atau
sekali berkemih belum melebihi 100 cc, maka dilakukan kateterisasi. Akan
tetapi, kalau ternyata kandung kemih penuh, tidak perlu menunggu 8 jam untuk kateterisasi.
Sebab-sebab ibu postpartum mengalami sulit berkemih yaitu berkurang tekanan
intra abdominal, otot-otot perut masih lemah, edema uretra, dinding kandung
kemih kurang sensitif. Ibu postpartum diharapkan dapat buang air besar
(defekasi) setelah hari ke dua postpartum. Jika hari ke tiga belum juga BAB,
maka perlu diberi obat pencahar per oral atau per rektal. Jika setelah
pemberian obat pencahar masih belum bisa BAB, maka dilakukan klisma (huknah).
Pada masa postpartum, seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena
itu, kebersihan diri sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi.
Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungan sangat penting untuk
tetap dijaga (Saleha, 2009).
Bila wanita itu sangat mengeluh tentang
adanya after pains atau mules, dapat diberi analgetik atau sedatiif supaya ia
dapat beristirahat atau tidur. Delapan jam postpartum wanita tersebut disuruh
mencoba menyusui bayinya untuk merangsang timbulnya laktasi, kecuali bila ada
kontraindikasi untuk menyusui bayinya seperti wanita yang menderita tifus
adominalis, tubercolosis aktif, diabetes mellitus berat, psikosis, puting
susunya tertarik ke dalam dan lain-lain. Bayi dengan labio palato skiziz
(sumbing) tidak dapat menyusui oleh karena tidak dapat mengisap. Hendaknya hal
ini diketahui oleh bidan atau dokter yang menolongnya. Minumannya harus
diberikan melalui sonde. Begitu pula dengan bayi yang dilahirkan dengan alat
seperti ekstrasi vakum atau cunam dianjurkan untuk tidak menyusui sebelum benar-benar diketahui
tidak ada trauma kapitis. Pada hari ketiga atau keempat bayi tersebut baru
diperbolehkan untuk menyusui bila tidak ada kontraindikasi. Perawatan mammae
harus sudah dilakukan sejak kehamilan, areola mammae dan puting susu dicuci
teratur dengan sabun dan diberi minyak atau cream agar tetap lunak, jangan
sampai kelak mudah lecet dan pecah-pecah, sebelum menyusui mammae harus dibikin
lemas dengan melakukan massage secara menyuluruh. Setelah areola mammae dan
putting susu dibersihkan, barulah bayi disusui (Prawirohardjo C, 2010).
Dianjurkan
ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan, sarankan ibu
untuk kembali pada kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan serta untuk
tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur (Saleha, 2009).
g.
Sistem Kardiovaskuler
dan Sistem Hematologi
Leukositosis adalah
meningkatnya sel – sel darah putih di masa persalinan. Leukosit tetap tinggi
pada hari pertama postpartum akan tetapi jumlah hemoglobin dan hematokrit serta
eritrosit sangat bervariasi pada awal – awal masa nifas (Saleha, 2009).
h.
Sistem Endokrin
Perubahan yang terjadi
pada sistem endokrin antara lain perubahan hormone plasenta, hormone pituitary,
kadar esterogen dan hipotalamik pituatary ovarium (Sulistyawati, 2009 .
hlm.80).
3.
Gambaran
Klinis pada Masa Nifas
Menurut Rukiyah (2011) dalam Prawirohardjo (2002) masa nifas
(puerperium) adalah dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung kira-kira enam minggu.
Puerperium adalah masa dari kelahiran plasenta dan
selaput janin (menandakan akhir periode intrapartum) hingga kembalinya
reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil (Varney, 2007).
Wanita yang melalui periode puerperium
disebut puerpura. Batasan waktu nifas yang paling singkat
tidak ada batas waktunya, bahkan bisa jadi dalam waktu yang relatif pendek
darah sudah keluar, sedangkan batasan maksimumnya adalah 40 hari. Jadi masa
nifas adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat-alat reproduksi pulih
seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu
atau 40 hari (Ambarwati, 2008).
Tujuan diberikannya asuhan pada ibu selama masa nifas antara lain
untuk :
a.
Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik secara fisik maupun
psikologis dimana dalam asuhan pada masa ini peranan keluarga sangat penting,
dengan pemberian nutrisi, dukungan psikologi maka kesehatan ibu dan bayi selalu
terjaga.
b.
Melaksanakan skrining yang
komprehensif (menyeluruh) dimana bidan harus melakukan manajemen asuhan kebidanan
pada ibu nifas secara sistematis yaitu mulai pengkajian data subjektif,
objektif maupun penunjang.
c.
Setelah bidan melaksanakan pengkajian data maka bidan harus
menganalisa data tersebut sehingga tujuan asuhan masa nifas ini dapat
mendeteksi masalah yang terjadi pada ibu dan bayi.
d.
Mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun
bayinya, yakni setelah masalah ditemukan maka bidan dapat langsung masuk ke
langkah berikutnya sehingga tujuan diatas dapat dilaksanakan.
e.
Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan
perawatan bayi sehat.
Adapun
tahapan-tahapan yang terjadi pada masa nifas adalah sebagai berikut:
a) Periode immediate postpartum
Masa segera setelah
plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak
masalah, misalnya pendarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan dengan
teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lochea,
tekanan darah, dan suhu.
b) Periode early postpartum (24 jam - 1 minggu)
Pada fase ini bidan
memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea
tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta
ibu dapat menyusui dengan baik.
c) Periode late postpartum (1 minggu - 5 minggu)
Pada periode ini bidan
tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB. Seorang bidan pada saat
memberikan asuhan kepada ibu dalam masa nifas, ada beberapa hal yang harus
dilakukan, akan tetapi pemberian asuhan kebidanan pada ibu masa nifas
tergantung dari kondisi ibu sesuai dengan tahapan perkembangannya antara lain
(Saleha, 2009).
1) Kunjungan ke-1 (6 - 8 jam
setelah persalinan)
Mencegah
perdarahan masa nifas karena atonia
uteri, mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk bila
perdarahan berlanjut, memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota
keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri, pemberian ASI awal,
melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir, menjaga bayi tetap sehat
dengan cara mencegah hipotermia.
Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan
bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran, atau sampai ibu dan bayi
dalam keadaan sehat.
2)
Kunjungan ke-2 (6 hari setelah persalinan)
Memastikan
involusio uterus berjalan
normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan, dan
istirahat, memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan
tanda-tanda penyulit, memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi,
tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
3) Kunjungan ke-3 (2 minggu
setelah persalinan)
Disesuaikan
berdasarkan perubahan fisik, fisiologis, dan psikologis yang diharapkan dalam
dua minggu pasca partum.
Perhatian khusus harus diberikan pada seberapa baik wanita mengatasi perubahan
ini dan tanggung jawabnya yang baru sebagai orang tua. Pada saat ini juga
adalah kesempatan terbaik untuk meninjau pilihan kontrasepsi yang ada. Banyak
pasangan memilih memulai hubungan seksual segera setelah lochea ibu menghilang.
4)
Kunjungan ke-4 (6 minggu setelah persalinan)
Menanyakan
pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayi alami, memberikan
konseling untuk keluarga berencana secara dini, imunisasi, senam nifas, dan
tanda-tanda bahaya yang dialami oleh ibu dan bayi. Meskipun puerperium berakhir sekitar
enam minggu, yang menunjukkan lamanya waktu yang digunakan saluran reproduksi
wanita untuk kembali ke kondisi pada saat tidak hamil.
4. Puting Susu Lecet
a. Definisi Puting Susu Lecet
Puting susu terasa nyeri bila tidak
ditangani dengan benar akan menjadi lecet. Umumnya menyusui akan menyakitkan
dan kadang-kadang mengeluarkan darah.
Puting susu lecet dapat disebabkan
oleh trauma saat menyusui. Selain itu dapat pula terjadi retak dan pembentukan
celah-celah. Retakan pada puting susu dapat sembuh sendiri dalam waktu 48 jam.
Puting susu lecet adalah masalah menyusui dimana puting susu mengalami cedera
karena lecet, kadang kulitnya sampai terkelupas atau luka berdarah.
b. Etiologi
Penyebab puting susu lecet adalah sebagai berikut:
1) Teknik menyusui yang tidak benar
2) Puting susu terpapar oleh sabun,
krim, alkohol dll, saat ibu membersihkan puting susu.
3) Monialisis pada mulut bayi yang
menular pada puting susu ibu.
4) Bayi dengan lidah pendek (frenulum lingue).
5) Cara menghentikan menyusui yang
tidak tepat.
c. Tanda-Tanda Putting Susu Lecet
1) Puting terasa sakit
2) Puting pecah-pecah
3) Puting berdarah
4) Puting memerah
d. Pencegahan
Pencegahan terbaik adalah dengan
memastikan pelekatan bayi ke payudara dengan benar sejak hari pertama.
Kontak kulit antara ibu dan bayi sesegera mungkin setelah kelahiran bayi, setidaknya
dalam 1 atau 2 jam pertama, akan memudahkan bayi untuk melekat sendiri ke
payudara dengan baik.
Pada saat bayi pertama kali menyusu
akan ada sensasi atau perasaan tersedot (tungging
sensastion). Jika proses penempelan menimbulkan rasa sakit, maka
kemungkinan proses penempelan belum tepat. Hentikan sementara proses penempelan
dengan cara memasukan jari kemudian susupkan jari kearah sudut mulut bayi. Hal
ini dilakukan agar aliran ASI lebih besar, mencegah lecet pada puting susu ibu,
menjaga bayi agar puas dalam menyusu,
menstimulasi produksi ASI yang kuat, menjaga agar tidak terjadi pembengkakan
payudara.
e. Penatalaksanaan
1) Cari penyebab puting susu lecet
(posisi menyusui yang salah, candidiasis atau dermatitis).
2) ASI harus dikeluarkan dengan
menyusukan bayinya, meskipun sedikit sakit. Hal ini penting karena kalau tidak
ada ASI keluar, maka keadaan ASI penuh ini akan terjadi penumpukan. Sebelum
disusukan, payudara dimasase terlebih dahulu dan ASI diperas lembut dengan
tangan sebelum menyusui.
3) Ibu dapat terus memberikan ASI nya
pada keadaan luka tidak begitu sakit.
4) Olesi puting susu dengan ASI akhir
(hind milk), jangan sekali-sekali
memberikan obat lain, seperti krim.
5) Puting susu yang sakit dapat di istirahatkan
untuk sementara waktu
6) Selama puting susu di istirahatkan,
sebaiknya ASI tetap dikeluarkan dengan tangan, dan tidak dianjurkan dengan alat
pompa karena nyeri.
7) Cuci payudara sekali saja sehari dan
tidak dibenarkan untuk menggunakan dengan sabun.
8) Bila sangat menyakitkan, berhenti
menyusui pada payudara yang sakit untuk sementara untuk memberi kesempatan
lukanya sembuh.
9) Keluarkan ASI dari payudara yang
sakit dengan tangan (jangan dengan pompa ASI) untuk tetap mempertahankan
kelancaran pembentukan ASI.
10) Berikan ASI perah dengan sendok atau
gelas jangan menggunakan dot.
11) Setelah terasa membaik, mulai
menyususi kembali mula-mula dengan waktu yang lebih singkat.
5. Perawatan
Luka Perinium
a. Pengertian
perawatan luka perineum
Perawatan adalah proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia
(biologis, psikologis, sosial dan spiritual) dalam rentang sakit sampai dengan
sehat. Perineum adalah daerah antara kedua belah paha yang dibatasi oleh vulva
dan anus. Perawatan yang di lakukan pada daerah perineum yang terdapat laserasi
luka jalan lahir/ episiotomi.
b. Tujuan
Perawatan Perineum
Tujuan perawatan perineum adalah
mencegah terjadinya infeksi sehubungan dengan penyembuhan jaringan.
Untuk mencegah terjadinya infeksi,
menjaga kebersihan perineum dan memberikan rasa nyaman pada pasien. Penyembuhan luka perineum adalah ulai
membaiknya luka perineum dengan terbentuknya jaringan baru yang menutupi luka
perineum dalam jangka waktu 6 – 7 hari post partum. Kriteria penilaian luka
adalah :
1)
Baik jika luka kering,
perineum menutup dan tidak ada tanda – tanda infeksi.
2)
Sedang jika, luka basah,
perineum menutup dan tidak ada tanda – tanda infeksi.
3)
Buruk, jika luka basah,
perineum menutup/membuka dan ada tanda – tanda infeksi merah, bengkak, panas,
nyeri.
c. Lingkup
Perawatan
Lingkup perawatan perineum ditujukan untuk pencegahan
infeksi organ-organ reproduksi yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme
yang masuk melalui vulva yang terbuka atau akibat dari perkembangbiakan bakteri
pada peralatan penampung lochea (pembalut).
1) Waktu Perawatan
· Saat mandi
Pada saat mandi, ibu
post partum pasti melepas pembalut, setelah terbuka maka ada kemungkinan
terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang tertampung pada pembalut, untuk
itu maka perlu dilakukan penggantian pembalut, demikian pula pada perineum ibu,
untuk itu diperlukan pembersihan perineum.
· Setelah buang air kecil
Pada
saat buang air kecil, pada saat buang air kecil kemungkinan besar terjadi
kontaminasi air seni pada rektu akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri pada
perineum untuk itu diperlukan pembersihan perineum.
· Setelah buang air besar
Pada
saat buang air besar, diperlukan pembersihan sisa-sisa kotoran disekitar anus,
untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari anus ke perineum yang
letaknya bersebelahan maka diperlukan proses pembersihan anus dan perineum
secara keseluruhan.
Perawatan perinium dengan laserasi
selama 10 hari, yaitu :
a) Ganti pembalut yang bersih setiap
4-6 jam. Posisikan pembalut dengan baik sehinga tidak bergeser.
b) Lepaskan pembalut dari depan
kebelakang sehingga menghindari penyebaran infeks dari anus ke vagina.
c) Aliran atau bilas dengan air
hangat/cairan antiseptik pada area perineum setelah defekasi. Keringkan dengan
air pembalut atau ditepuk-tepuk, dari arah vagina ke anal.
d) Jangan dipegang samapi area tersebut
pulih.
e) Raasa gatal pada area sekitar
jaahitan adalah normal dan merupakan tanda penyembuhan. Namun, untuk meredakan
rasa tidak nyaman, atasi dengan mandi berendam air hangat atau kompres dingin
dengan kain pembalut yang telah diinginkan.
f) Berbaring miring, hindari berdiri
atau duduk lama untuk mengurangi tekanan pada daerah tersebut.
g) Lakukan latihan kegel sesering
mungkin guna merangsang peredaran darah disekitar perinium. Dengan demikian,
akan mempercepat penyembuhan dan memperbaiki fungsi otot-otot. Tidak
perlu terkejut bila tidak merasakan apa pun saat pertama kali berlatih karena
area tersebut akan kebal setelah persalinan dan pulih secara bertahap dalam
beberapa minggu.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Tinjauan
Kasus Preceptor Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas
Tanggal : 10 April 2018
Pukul : 11.05 WIB
Tempat : BPM Bd. Dea
I. PENGKAJIAN
A.
IDENTITAS
Nama
: Tn. T
Umur
: 30 tahun
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pendidikan : Perguruan Tinggi
Pekerjaan : Karyawan BUMD
|
Nama : Ny. A
Umur : 27 tahun
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Kp. Kandang RT 03/08 Duren Seribu
B. ANAMNESA
a. Data
kesehatan
Keluhan utama : masih
merasa mules
Keluhan tambahan : tidak ada
Penyakityang pernah
diderita : tidak ada
Penyakit yang sedang
diderita : tidak ada
Penyakit keturunan : tidak ada
Penyakit menular : tidak ada
b. Riwayat
kehamilan dan persalinan
Tgl/th
partus
|
Tempat
partus
|
Umur
kehamilan
|
Jenis
Persalinan
|
Penolong
|
Penyulit
|
Anak
|
keadaan
|
||
Jk
|
Bb
|
Pb
|
|||||||
15-06-2012
|
BPS
|
Aterm
|
Normal
|
Bidan
|
-
|
L
|
4500
gr
|
50
Cm
|
sehat
|
10-04-2018
|
BPS
Bd. D
|
39
minggu 2 hari
|
Spontan
|
Bidan
|
Tidak
ada
|
L
|
3800
gr
|
48
Cm
|
sehat
|
Masa
gestasi :
39 minggu 2 hari
Keluhan
selama kehamilan : tidak ada
keluhan
Tanggal
persalinan :
10-04-2018
Jenis
persalinan :
spontan
Proses
persalinan
Kala
I : 6 jam
30 menit
Kala
II : 45
menit
Kala
III : 10 menit
Kala
IV : 2 jam
Kelainan
saat persalinan
Anak
hidup/mati :
hidup
Jenis
Kelamin :
laki-laki
Berat
Badan :
3800 gr
Panjang
Badan : 48 cm
Apgar
score :
8/9
Kelainan
bawaan : tidak ada
Rawat
gabung : ya
Alasan :
tidak ada
c. Status
perkawinan
Umur perkawinan pertama : 21 tahun
Berapa kali kawin : 1 kali
Lama perkawinan : 6 tahun
d. Pola
nutrisi
Makanan
sehari-hari : nasi,
sayuran, lauk pauk.
Makanan
pantangan : tidak ada
Nafsu
makan :
tidak ada perubahan
Makanan/minuman
tambahan lainnya : susu, buah-buahan.
e. Pola
istirahat
Siang : ± 1 jam
Malam : ± 6 jam
f. Pola
eliminasi
Buang
air besar : 1 kali sehari
Buang
air kecil : 4-6 kali sehari
g. Data
psikososial
Tanggapan
ibu atas kelahiran bayinya : senang
Rencana
ibu menyusui bayinya : menyusui selama 2 tahun
C. PEMERIKSAAN
FISIK
1. Keadaan
umum : Baik
Kesadaran :
Composmentis
Keadaan emosional : Stabil
2. Tanda-tanda
vital
TD : 110/80 mmHg Rr :
20x/menit
N : 80x/menit Suhu : 36,5°C
3. Pemeriksaan
sistematis
a. Muka
kelopak
mata : tidak oedema
konjungtiva : tidak pucat
sklera : tidak kuning
b. Mulut
dan gigi : bersih,
tidak ada stomatitis,
tidak ada karies.
c. Kelenjar
tyroid : tidak ada pembesaran
d. Kelenjar
getah bening : tidak ada pembesaran
e. Payudara
Pembesaran : ada
Puting
susu : menonjol
dan tidak lecet
Simetris : ya
Benjolan : tidak ada
Pengeluaran : colostrum
Rasa
nyeri : tidak
ada
Lain-lain : tidak ada
f. Abdomen
Tinggi
Fundus Uteri : 2 jari dibawah
pusat
Kontraksi
uterus : baik
g. Ekstremitas
atasdan bawah
Oedema : tidak ada
Kekakuan
sendi : tidak ada
Kemerahan : tidak ada
Varises : tidak ada
Reflek
pattela : positif
kanan dan kiri
h. Pengeluaran
pervaginam
Lochea : Rubra
Warna : Merah
kehitaman
Baunya : khas
Banyaknya : ± 40 cc
i. Perineum
dan anus
Luka : Grade II
Keadaan
luka : Baik
Tanda-tanda
infeksi : tidak ada
Keadaan
vulva : baik
Anus : baik
j. Obat-obatan
yang didapat : Hufabion 500 mg 1x1, Asam Mefenamat 500 mg 3x1, Amoxillin 500 mg
3x1, Vitamin A 200.000 IU 1x1.
II. INTERPRETASI
DATA
Diagnosa
ibu : P2A0 Post Partum 6 jam dengan laserasi grade II
III. DIAGNOSA
POTENSIAL
Tidak
ada
IV. TINDAKAN
SEGERA
Tidak
ada
V. PERENCANAAN
1) Beritahu
ibu hasil pemeriksaan
2) Jelaskan
keluhan yang ibu rasakan saat ini
3) Berikan
ibu makan dan minum
4) Berikan
ibu therapi peroral
5) Anjurkan
ibu untuk mobilisasi
6) Anjurkan
ibu untuk menyusui bayinya
7) Anjurkan
ibu untuk istirahat yang cukup
8) Ajarkan
ibu untuk perawatan luka perineum
VI. PELAKSANAAN
1) Memberitahu
ibu hasil pemeriksaan bahwa keadaan ibu dan bayinya dalam keadaan baik dan
sehat.
2) Menjelaskan
keluhan yang ibu rasakan yaitu mulas. Mulas yang ibu rasakan adalah normal.
Karena rahim sedang berkontraksi untuk mengembalikan rahim ke seperti sebelum
hamil.
3) Memberikan
ibu makan dan minum seperti makan-makanan yang mengandug gizi seimbang (Nasi,
telur, tahu/tempe, ikan, sayuran, buah) dan juga minum susu ibu menyusui, agar
kebutuhan nutrisi ibu tetap terpenuhi dan ASI pun tetap lancar.
4) Memberikan
therapi oral pada ibu yaitu Hufabion 500 mg 1x1 tablet / hari dan parasetamol
500 mg 3x1 tablet / hari, Amox 500 mg
3x1 tablet / hari, Vit A 200.000 iu 1x1.
5) Menganjurkan
ibu untuk mobilisasi dini 6 jam post partum seperti jalan-jalan di sekitar
tempat tidur, buang air besar/buang air kecil sendiri ke kamar mandi. Hal
tersebut dapat mempercepat proses pemulihan.
6) Menganjurkan
ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin dalam waktu 8 kali sehari atau
setiap 2-3 jam sekali.
7) Menganjurkan
ibu untuk istirahat yang cukup, tidak ada pantangan untuk tidur siang, dan
jangan tidur terlalu larut malamn atau begadang.
8) Mengajarkan
ibu untuk perawatan luka perineum, bersihkan luka setelah mandi, bak dan bab.
Lalu keringkan, jangan memakain betadine atau alkohol karena akan memperlambat
penyembukan luka. Dan bila ibu menumakan tanda-tanda infeksi segera datang ke
fasilitas kesehatan.
VII. EVALUASI
1) Ibu
mengerti untuk hasil pemeriksaan.
2) Ibu
mengerti untuk penjelasan keluhan yang sedang ibu rasakan saat ini.
3) Ibu
akan memenuhi nutrinya.
4) Ibu
bersedia minum obat sesuai aturan dan dosis.
5) Ibu
sudah mobilisasi dan sudah BAK ke kamar mandi.
6) Ibu
akan menyusui sesering mungkin.
7) Ibu
akan istirahat yang cukup dan tidak akan begadang.
8) Ibu
mengerti untuk perawatan luka perineum.
B. Tinjauan
Kasus Coaching Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas
Tanggal : 14 April 2018
Pukul : 15.30 WIB
Tempat : BPM Bd. Dea
I.
PENGKAJIAN
A.
IDENTITAS
Nama
: Tn. B
Umur
: 27 tahun
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan Swasta
|
Nama : Ny. E
Umur : 24 tahun
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Kp. Jati RT 01/02
B. ANAMNESA
a. Data
kesehatan
Keluhan utama : nyeri
pada puting payudara
Keluhan tambahan : tidak ada
Penyakityang pernah
diderita : tidak ada
Penyakit yang sedang
diderita : tidak ada
Penyakit keturunan : tidak ada
Penyakit menular : tidak ada
b. Riwayat
kehamilan dan persalinan
Tgl/th
partus
|
Tempat
partus
|
Umur
kehamilan
|
Jenis
Persalinan
|
Penolong
|
Penyulit
|
Anak
|
keadaan
|
||
Jk
|
Bb
|
Pb
|
|||||||
09-04-2018
|
BPS
|
Aterm
|
Normal
|
Bidan
|
-
|
L
|
2900
gr
|
48
Cm
|
sehat
|
Masa
gestasi :
39 minggu
Keluhan
selama kehamilan : tidak ada
keluhan
Tanggal
persalinan :
09-04-2018
Jenis
persalinan :
spontan
Proses
persalinan
Kala
I : 5 jam
Kala
II : 35
menit
Kala
III : 10 menit
Kala
IV : 2 jam
Kelainan
saat persalinan
Anak
hidup/mati :
hidup
Jenis
Kelamin :
laki-laki
Berat
Badan :
2900 gr
Panjang
Badan : 48 cm
Apgar
score :
8/9
Kelainan
bawaan : tidak ada
Rawat
gabung : ya
Alasan :
tidak ada
c. Status
perkawinan
Umur perkawinan pertama : 24 tahun
Berapa kali kawin : 1 kali
Lama perkawinan : 2 tahun
d. Pola
nutrisi
Makanan
sehari-hari : nasi,
sayuran, lauk pauk.
Makanan
pantangan : tidak ada
Nafsu
makan :
tidak ada perubahan
Makanan/minuman
tambahan lainnya : susu, buah-buahan.
e. Pola
istirahat
Siang : ± 1 jam
Malam : ± 6 jam
f. Pola
eliminasi
Buang
air besar : 1 kali sehari
Buang
air kecil : 4-6 kali sehari
g. Data
psikososial
Tanggapan
ibu atas kelahiran bayinya : senang
Rencana
ibu menyusui bayinya : menyusui selama 2 tahun
C. PEMERIKSAAN
FISIK
1. Keadaan
umum : Baik
Kesadaran :
Composmentis
Keadaan emosional : Stabil
2. Tanda-tanda
vital
TD : 100/90 mmHg Rr :
22x/menit
N : 85x/menit Suhu : 36,9°C
3. Pemeriksaan
sistematis
a. Muka
kelopak
mata : tidak oedema
konjungtiva : tidak pucat
sklera : tidak kuning
b. Mulut
dan gigi : bersih,
tidak ada stomatitis,
tidak ada karies.
c. Kelenjar
tyroid : tidak ada
pembesaran
d. Kelenjar
getah bening : tidak ada pembesaran
e. Payudara
Pembesaran : ada
Puting
susu : menonjol
dan lecet
Simetris : ya
Benjolan : tidak ada
Pengeluaran : colostrum
Rasa
nyeri : tidak
ada
Lain-lain : tidak ada
f. Abdomen
Tinggi
Fundus Uteri : pertengahan pusat
dan symfisis
Kontraksi
uterus : baik
g. Ekstremitas
atasdan bawah
Oedema : tidak ada
Kekakuan
sendi : tidak ada
Kemerahan : tidak ada
Varises : tidak ada
Reflek
pattela : positif
kanan dan kiri
h. Pengeluaran
pervaginam
Lochea : Sanginolenta
Warna : Merah
kecoklatan
Baunya : khas
Banyaknya : ± 10 cc
a. Perineum
dan anus
Luka : tidak ada
Keadaan
luka : tidak ada
Tanda-tanda
infeksi : tidak ada
Keadaan
vulva : baik
Anus : baik
b. Obat-obatan
yang didapat : Hufabion 500 mg 1x1, Asam Mefenamat 500 mg 3x1, Amoxillin 500 mg
3x1, Vitamin A 200.000 IU 1x1.
II.
INTERPRETASI DATA
Diagnosa
ibu : P1A0 Post Partum 5 hari dengan puting susu lecet
Masalah :
1.
Ibu
kurang mengetahui tentang perawatan payudara
2.
Dalam
pemberian ASI teknik menyusui yang salah
Kebutuhan :
1. KIE tentang perawatan payudara
2. KIE tentang teknik menyusui yang benar
III.
PLANNING
a. Melakukan
informed concent sebelum melakukan tindakan
Evaluasi: Ibu mengerti dan
menyetujui dilakukan pemeriksaan fisik pada ibu nifas
b.
Memberitahukan kepada
ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan bahwa keadaan ibu baik tekanan
darah; 100/70 mmHg, Respirasi; 24x/menit, Nadi; 78x/menit, suhu; 36,4oC,
hanya saja ada masalah dalam puting susu ibu.
Evaluasi: Ibu mengerti dan
mengetahui hasil pemeriksaan tekanan darah
100/70 mmHg, respirasi 24x/menit, nadi 78x/menit, suhu 36,4oC
c.
Menjelaskan kepada ibu
bahwa nyeri dan lecet pada puting susu ibu merupakan salah satu masalah dalam
menyusui dan hal ini terjadi karena kesalahan dalam menyusui atau bayi
menghisap tidak sampai ke aerola.
Evaluasi: Ibu mengerti dan paham
tentang keluhan yang dirasakan yaitu sakit di daerah puting, dan terasa perih. Bahwa hal
tersebut merupakan salah satu masalah dalam menyusui dan hal ini terjadi karena
kesalahan dalam menyusui atau bayi menghisap tidak sampai keaerola.
d.
Mengajarkan ibu cara
mengatasi puting susu lecet yaitu bayi disusui lebih dulu pada puting susu yang
tidak mengalami lecet atau yang lecetnya sedikit dan sehabis menyusui
mengoleskan sisa ASI terakhir pada puting yang lecet karena sisa ASI merupakan
antiinfeksi dan pelembut puting susu.
Evaluasi: Ibu mengerti dan
melakukan untuk menyusui bayi lebih dulu pada puting yang normal atau lecetnya
sedikit dan mengoleskan sisa ASI terakhir pada puting yang lecet.
e.
Mengajarkan ibu tentang
teknik perawatan payudara yaitu Sebelum melakukan perawatan payudara terlabih
dahulu mencuci kedua tangan kemudian pengurutan dimulai dengan ujung jari.
Menyokong payudara kiri dengan tangan kiri. Lakukan pergerakan kecil dengan dua atau tiga jari tangan kanan,
dimulai dari pangkal payudara ke daerah puting susu. Selanjutnya buatlah
gerakan memutar sambil menekan dari pangkal payudara dan berakhir pada puting
susu diseluruh bagian payudara. kemudian urutkan dari tengah keatas sambil
mengangkat kedua payudara dan lepaskan kedua perlahan. Lakukan selama kurang
lebih 30 kali. Kemudian gerakan payudara kiri dengan kedua tangan, ibu jari
diatas dan empat jari lainnya di bawah. Peras dengan lembut payudara sambil
meluncurkan kedua tangan kedepan kearah puting susu. Lakukan hal yang sama pada
payudara kanan. Lalu cobalah posisi tangan berhadapan. Sangga payudara dengan
satu tangan, sedangkan satu tangan lain mengurut payudara dengan sisi
kelingking dari arah pangkal payudara ke arah puting susu. Lakukan gerakan
sekitar 30 kali. Setelah itu, letakan satu tangan disebelah atas dan satu lagi
dibawah payudara. Luncurkan kedua tangan secara bersamaan ke arah puting susu
dengan cara memutar tangan.
Evaluasi: Ibu mengerti dan paham
apa yang di ajarkan tentang perawatan payudara.
f.
Mengajarkan ibu tentang
teknik menyusui yang benar seperti cuci tangan yang bersih dengan sabun, perah
sedikit ASI dan oleskan kebagian puting, duduk dan berbaring dengan santai. Ibu
harus mencari posisi nyaman, dan merasa rileks. Pertama-tama lengan ibu
menopang kepala, leher, dan saluran badan bayi (kepala dan tubuh berada dalam
garis lurus), muka bayi menghadap ke payudara ibu hidung bayi didepan puting
susu ibu. Posisi bayi harus menghadap perut ibu. Bayi seharusnya berbaring
miring dengan seluruh tubuhnya menghadap ibu. Kepalanya harus sejajar dengan
tubuhnya, tidak melengkung kebelakang/menyamping, telinga, bahu, dan panggul
bayi berada dalam satu garis lurus. Ibu mendekatkan bayi ke tubuhnya (muka bayi
ke payudara ibu) dan mengamati bayinya. Ibu menyentuhkan puting susu nya
kebibir bayi, menunggu hingga mulut bayi terbuka lebar kemudian mengarahkan
mulut bayi ke puting susu ibu hingga bibir bayi dapat menangkap puting susu
tersebut. Ibu memegang payudara dengan satu tangan dengan cara meletakan empat
jari di bawah payudara dan ibu jari diatas payudara, Semua jari ibu tidak boleh
terlalu dekat dengan aerola. Pastikan bahwa sebagian besar aerola masuk kedalam
mulut bayi. Dagu rapat ke payudara ibu dan hidungnya menyentuh bagian atas
payudara, bibir bawah bayi melengkung keluar.
Evaluasi: Ibu mengerti dan
paham tentang teknik menyusui yang benar.
g.
Mengajarkan ibu tentang
menyendawakan bayi setelah disusui yaitu dengan menyandarkan bayi dipundak atau
menelungkupkan bayi melintang kemudian menepuk-nepuk punggung bayi.
Evaluasi: Ibu mengerti tentang
menyendawakan bayi
h.
Memberitahu ibu jika
saat menyusui payudaranya terasa sakit maka boleh diistirahatkan terlebih
dahulu, dengan catatan ASI harus dikeluarkan dengan menggunakan tangan yaitu
posisi tangan harus membentuk huruf “C” pada saat mengeluarkan ASI nya supaya
tidak terjadi bendungan dan tidak dianjurkan untuk mengguanakan alat pompa
karena akan menimbulkan nyeri.kemudian berikan ASI kepada bayi dengan
menggunakan sendok atau pipet.
Evaluasi: Ibu mengerti dan
paham apa yang disampaikan.
i.
Memberitahu ibu untuk
mencuci payudara 1 kali sehari tanpa mengguanakan sabun.
Evaluasi: Ibu mengerti dan paham
apa yang disampaikan.
j.
Menganjurkan kepada ibu
tentang istirahat yang cukup seperti tidur malam 6 jam dan tidur siang 1-2 jam,
jika ibu kurang tidur dimalam hari maka di siang harinya ibu harus tidur supaya
istirahat ibu tercukupi.
Evaluasi: Ibu mengerti tentang
istirahat yang cukup
k.
Menganjurkan ibu untuk
mengkonsumsi makanan yang sehat dan seimbang seperti makan nasi, proteinnya
bisa didapat dari ikan, daging, tempe, tahu, sayur-sayuran seperti sayur sop,
sayur bayam, buah-buahan dan susu.
Evaluasi: Ibu mengerti dan paham
apa yang di jelaskan yaitu tentang mengkonsumsi makanan yang sehat dan
seimbang.
l.
Memberikan konseling
tentang tanda-tanda bahaya pada masa nifas seperti demam tinggi, sakit kepala
hebat, pandangan mata kabur, nyeri perut bagian bawah, Lochia yang berbau,
bengkak pada wajah dan tangan, terasa panas saat BAK, sedih karena tidak bisa
merawat bayinya.
Evaluasi: Ibu mnegerti dan paham
mengenai tanda bahaya pada masa nifas
m.
Menganjurkan ibu untuk
ber KB pasca salin, macam-macam KB yang bisa ibu gunakan yaitu KB IUD, pil,
suntik 3 bulan, impalan dan kondom.
Evaluasi: Ibu mengerti dan
sudah sepakat dengan suami ingin memilih KB PIL
n.
Melakukan dokumentasi
SOAP.
Evaluasi: Sudah tercatat
pendokumentasian SOAP.
BAB
IV
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
Preceptor
Dalam
mengaplikasikan preceptor langkah pertama adalah menghadapkan mahasiswa pada
kasus, mahasiswa menjelaskan kondisi pasien dan tindakan yang telah dilakukan
oleh mahasiswa pada pasien tersebut. Langkah kedua menggali mahasiswa untuk
mengeksplor data subjektif dan objektif pasien. Langkah ketiga memberikan rumus
umum pada mahasiswa di hal-hal yang terpenting atau yang menjadi data fokus.
Langkah ke empat memberikan apresiasi pada mahasiswa untuk tindakan yang telah
dilakukan dan memberikan dukungan untuk lebih baik dalam melakukan tindakan
selanjutnya. Langkah ke lima mengoreksi hal-hal yang belum tepat dilakukan oleh
mahasiswa/bidan baru atau perlu dilakukan bimbingan secara maksimal kemudian
dilakukan rencana tindak lanjut apabila ada hal yang tidak tepat dalam tindakan
dengan spesifik dan dapat dimengerti, maka teori dan aplikasi preceptor telah
sesuai.
Preseptorship
dilakukan di Bidan Praktik Mandiri Bd. Dea
pada hari Senin, 09 April 2018. Mahasiswa DIV sebagai Preseptor dan
bidan baru sebagai Presepte. Dengan bimbingan CI Lapangan. Kasus yang akan di
ambil tentang putting susu lecet pada ibu nifas. Dari hasil preseptorship
preseptor menilai tingkat pengetahuan presepte mengenai putting susu lecet pada
ibu nifas sudah baik. Presepte juga
sudah mampu melaporkan kasus yang di ambil, mengeksplorasi data subjektif dan
objektif pasien. Presepte mampu membuat rencana asuhan pada pasien serta
memberikan konseling pada pasien. Tetapi masih ada point-point atau rumusan
umum yang harus diketahui presepte. Presepte masih harus banyak membaca
teori-teori tentang putting susu lecet agar pengetahuannya semakin luas dan
konseling yang diberikan kepada pasien pun semakin bervariasi dan tepat.
B. Pembahasan
Coaching
Dalam
aplikasi coaching yang telah diaplikasikan pada mahasiswa langkah pertama yang
dilakukan yaitu pre conference, menyapa dan memperkenalkan diri kepada bidan
baru, menanyakan pencapaian target, kontrak dan tujuan belajar kepada bidan
baru, menganjurkan bidan baru untuk mempersiapkan kompetensinya sebelum melakukan
tindakan, mengkomunikasikan tindakan kompetensi yang akan dilakukan mahasiswa
kepada pasien. Langkah ke dua yaitu Coaching, melakukan penilaian pada bidan
baru saat melakukan tindakan kepada pasien menggunakan penuntun belajar (daftar
tilik), menilai kinerja mahasiswa pada daftar tilik selama mengobservasi
kompetensi. Langkah ketiga menilai pencapaian target yang telah dilakukan bidan
baru mengevaluasi dan merencanakan kegiatan dihari berikutnya, serta menjalin
kerja sama dengan mahasiswa untuk menetapkan tujuan praktek berikutnya. Maka
teori dan praktek sesuai.
Coaching
dilakukan di Bidan Praktik Mandiri Bd. Dea, pada tanggal 9-16 April 2018.
Mahasiswa DIV sebagai Coach dan bidan baru sebagai Coachee. Dengan bimbingan CI
Lapangan. Kasus yang akan di ambil tentang perawatan luka perineum. Dari hasil
Coaching, Coach menilai tindakan yang dilakukan oleh Coachee sudah baik dan
sesuai dengan daftar tilik. Tetapi, Coachee masih terlihat kurang percaya diri,
kadang-kadang tampak cemas saat melakukan pemeriksaan pada ibu nifas, tetapi
secara keseluruhan tindakan yang dilakukan sudah baik.
C. Pembahasan
Pelaporan PWS-KIA
1.
Kegiatan
Program Kesehatan Ibu dan anak di Puskesmas Sawangan
pada tahun 2017 meliputi :
a.
Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Program Kesehatan Ibu dan Anak (IKA) merupakan salah satu program pokok
di Puskesmas yang mendapat prioritas tinggi, mengingat kelompok ibu hamil,
menyusui, bayi dan anak merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap
kesakitan-kematian. (Departemen Kesehatan, 1992).
Pemantauan
Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS–KIA) adalah alat manajemen program
KIA untuk memantau cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah (Puskesmas/kecamatan)
secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat
terhadap desa yang cakupan pelayanan KIA nya masih rendah. ( Depkes,
1994).
Grafik Cakupan K1 dan K4 di
Puskesmas Sawangan Tahun 2017
|
a.
Pemeriksaan ibu hamil (K 1)
Sasaran pelayanan K1 pada tahun
2017 sebanyak 20%, jumlah cakupan tahun 2017 sebanyak 962 orang (98,4%)
sedangkan target sebanyak 190 orang
(40%). Dengan demikian pelayanan K1 Ibu Hamil telah memenuhi target.
1.
Permasalahan
·
Dapat
diatasi dengan baik.
2.
Perencanaan Masa Depan
·
Lebih
meningkatkan penyuluhan kesehatan Ibu dan Anak
·
Lebih
meningkatkan kinerja bidan di klinik KIA &
posyandu
·
Lebih
meningkatkan koordinasi lintas sektoral dan meningkatkan pemberdayaan
masyarakat
·
Meningkatkan
pelaksanaan paskayandu.
b.
Pemeriksaan Ibu Hamil (K 4)
Sasaran pelayanan K4 pada tahun
2017sebanyak 20%, jumlah cakupan tahun 2017 sebanyak 609 orang (94,7%)
sedangkan target sebanyak 120 orang
(45%), dengan demikian pelayanan K4 Ibu Hamil telah memenuhi target.
1)
Permasalahan
·
Dapat
diatasi dengan baik.
2)
Perencanaan Pemecahan Masalah
·
Lebih
meningkatkan penyuluhan kesehatan Ibu dan Anak
·
Lebih
meningkatkan kinerja bidan di klinik KIA & posyandu
·
Lebih
meningkatkan koordinasi lintas sektoral dan meningkatkan pemberdayaan
masyarakat.
·
Meningkatkan pelaksanaan posyandu.
Grafik
Cakupan Persalinan Nakes
|
c.
Pertolongan Persalinan (Linakes)
Sasaran
pertolongan persalinan pada tahun 2017 sebanyak 20%, jumlah cakupan tahun 2017 sebanyak 4295 orang (98,2%) sedangkan target
sebanyak 775 orang (30%) masih terdapat kesenjangan sebesar 1,8%.
1)
Permasalahan
·
Pencapaian pertolongan persalinan dengan Pola Kemitraan belum mencapai
target, sehingga masih ada kesenjangan sebesar 1,8%.
·
Kesadaran
masyarakat untuk melahirkan dengan pertolongan nakes masih kurang. Hal ini
dikarenakan faktor biaya persalinan yang dianggap cukup tinggi.
·
Masih
ada paraji yang melanggar kesepakatan kemitraan.
·
Masih
ada kebiasaan tradisi melahirkan oleh
paraji.
2)
Perencanaan Pemecahan Masalah
·
Mengadakan
penyuluhan secara berkala.
·
Membina
hubungan baik serta mengadakan pertemuan
dengan paraji dan kader secara rutin tiap bulan.
·
Mempertegas
kesepakatan kemitraan serta melakukan pembinaan kepada paraji dan kader.
·
Menyampaikan
tarif persalinan kemitraan BPJS/KIS.
·
Kunjungan
rumah bagi paraji yang berturut-turut tidak datang pada acara pembinaan.
Grafik
Cakupan KN1 dan KN4
|
d.
Pelayanan Kesehatan Bayi (Neonatal)
Sasaran pelayanan
KN1 pada tahun 2017 sebanyak 836 bayi, jumlah pencapaian cakupan KN4 tahun 2017
sebanyak 608 bayi (91,2%) sedangkan target
sebanyak 90%, dengan
demikian pelayanan KN1 dan KN4 telah memenuhi target.
1. Permasalahan
·
Dapat
diatasi dengan baik.
2.
Perencanaan Pemecahan Masalah
·
Lebih
meningkatkan penyuluhan kesehatan Ibu dan Anak
·
Lebih
meningkatkan kinerja bidan di klinik KIA & posyandu
·
Lebih
meningkatkan koordinasi lintas sektoral dan meningkatkan pemberdayaan
masyarakat
·
Meningkatkan
pelaksanaan paskayandu.
Grafik
Cakupan Kesehatan Bayi Tahun 2017
|
e.
Pelayanan Kesehatan Bayi 29 hari 12 bulan dan Bayi
12 bulan- 59 bulan
Sasaran pelayanan
bayi 29hari-12bulan pada tahun 2017
sebanyak 1173 bayi, jumlah pencapaian cakupan bayi 12bulan-59bulan tahun 2017
sebanyak 1320 bayi (89,7%) sedangkan target
sebanyak 1492 bayi 90%, dengan
demikian masih terdapat kesenjangan sebesar 0,3%.
- Permasalahan
·
Masih
ada bayi yang tidak dibawa ke posyandu oleh orang tuanya.
·
Masih
ada orang tua yang belum mengerti manfaat posyandu.
-
Perencanaan Pemecahan Masalah
·
Lebih
meningkatkan penyuluhan kesehatan Ibu dan Anak
·
Lebih
meningkatkan kinerja bidan di klinik KIA & posyandu
·
Lebih
meningkatkan koordinasi lintas sektoral dan meningkatkan pemberdayaan
masyarakat
·
Adanya
kunjungan rumah
Grafik Deteksi Faktor Resiko
Penyakit
|
f.
Deteksi Faktor Penyakit
Sasaran
deteksi faktor penyakit pada tahun 2017 di Puskesmas Sawangan terdeteksi 3.115
orang terkena penyakit ISPA, KLB di Puskesmas Sawangan terbanyak penyakit
Campak sebanyak 845 orang, dan
desa Cinangka yang memiliki faktor resiko sebanyak 1.653 orang.
-
Permasalahan
·
Kebersihan
dalam menjaga lingkungan
·
Masih
banyak orang yang tidak menjaga kesehatannya
·
Kejadian
Luar Biasa (KLB) masih banyak menular di daerah
-
Perencanaan Pemecahan Masalah
·
Lebih
meningkatkan penyuluhan PHBS
·
Mengadakan
lomba rumah sehat untuk mencakup kebersihan lingkungan
·
Mengadakan
vaksin menyeluruh untuk penyakit campak dan difteri
·
Lebih
meningkatkan kinerja bidan di klinik KIA & posyandu.
·
Lebih
meningkatkan koordinasi lintas sektoral dan meningkatkan pemberdayaan
masyarakat.
g. Penanganan Komplikasi Obstetri
Dari grafik
tersebut penanganan komplikasi obstetrik pada tahun 2017 presentase 27,2% HPP
(300 orang) kasus terbanyak di Puskesmas
Sawangan, sedangkan kasus paling sedikit sepsis 5% (55 orang).
-
Permasalahan
·
Masih
ada kasus perdarahan yang meningkatkan AKI
·
Kurang
terlatihnya bidan/ tenaga kesehatan yang menolong persalinan
·
Kelalaian
bidan/ tenaga kesehatan
-
Perencanaan Pemecahan Masalah
·
Lebih
meningkatkan kinerja bidan dan tenaga kesehatan
·
Memfasilitasi
pelatihan untuk bidan dan tenaga kesehatan
·
Lebih
meningkatkan mutu pelayanan sesuai SOP yang berlaku
·
Lebih
meningkatkan kolaborasi dengan spesialis kandungan
h.
Pelayanan Keluarga Berencana
(KB)
Sasaran pelayanan KB aktif PUS pada tahun 2017 sebanyak
290 orang, jumlah pencapaian cakupan tahun 2017 sebanyak 205 orang (67%)
sedangkan target sebanyak 350 orang
(80%), dengan
demikian pelayanan KB aktif masih terdapat kesenjangan sebesar 13,95%.
-
Permasalahan
·
Masih
ada PUS yang belum memakai alat kontrasepsi.
·
Masih
ada PUS yang belum mengerti dan mengetahui manfaat alat kontrasepsi.
-
Perencanaan Pemecahan Masalah
·
Lebih
meningkatkan penyuluhan KB.
·
Lebih
meningkatkan kinerja bidan di klinik KIA & posyandu.
·
Lebih
meningkatkan koordinasi lintas sektoral dan meningkatkan pemberdayaan
masyarakat.
2.
TINDAK
LANJUT PWS – KIA
Grafik PWS-KIA perlu di analisis dan
ditafsirkan, agar dapat diketahui desa mana yang paling memerlukan perhatian
dan tindak lanjut yang perlu dilakukan. Analisis dari grafik cakupan ibu hamil
baru (akses) pada pemantauan bulan April 2017 dapat digambarkan dalam matriks
seperti di bawah ini.:
Desa
|
Cakupan
terhadap target
|
Terhadap cakupan bulan lalu
|
Status
Desa
|
|||
Di
atas
|
Di
bawah
|
Naik
|
Turun
|
Tetap
|
||
A
B
C
D
E
F
|
+
+
+
+
|
+
+
|
+
+
|
+
+
|
+
+
|
Baik
Kurang
Baik
Jelek
Cukup
Cukup
|
Dari matriks di atas dapat disimpulkan adanya 4 macam status cakupan
desa, yaitu :
1.
Status Baik
Adalah desa dengan cakupan diatas target yang ditetapkan untuk bulan
April 2017, dan mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat atau
tetap jika dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Desa-desa ini adalah Desa A
dan C. jika keadaan tersebut berlanjut, maka desa-desa tersebut akan mencapai
atau melebihi target tahunan yang ditentukan.
2.
Status Kurang
Adalah desa dengan cakupan diatas target yang ditetapkan untuk bulan
April 2017, dan mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang menurun jika
dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Desa dalam kategori ini adalah
Desa B, yang perlu mendapatkan perhatian karena cakupan bulan ini
hanya 6 %. Jika cakupan terus menurun,, maka desa tersebut tidak akan mencapai
target tahunan yang ditentukan.
3.
Status Cukup
Adalah desa dengan cakupan dibawah target yang ditetapkan untuk bulan
April 2017, dan mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat jika
dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Desa dalam kategori ini adalah
Desa E, yang perlu didorong agar cakupan bulanan selanjutnya tidak
lebih kecil daripada cakupan bulanan minimal. Jika keadaan tersebut dapat terlaksana, maka desa
ini kemungkinan besar akan mencapai target tahunan yang ditentukan.
4.
Status Jelek
Adalah desa dengan cakupan dibawah target yang ditetapkan
untuk bulan April 2017, dan mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang
menurun jika dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Desa dalam kategori ini
adalah Desa D, yang perlu diprioritaskan untuk pembinaan agar
cakupan bulanan selanjutnya tidak lebih kedapat ditingkatkan di atas cakupan
bulanan minimal agar dapat mengejar kekurangan target sampai bulan April 2017,
sehingga dapat pula mencapai target tahunan yang ditentukan.
5.
Rencana Tindak Lanjut
Bagi kepentingan program, analisis PWS-KIA ditujukan untuk
menghasilkan suatu keputusan tindak lanjut teknis dan non-teknis bagi Puskesmas
keputusan tersebut harus dijabarkan dalam bentuk rencana operasional jangka
pendek untuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Preceptor adalah seorang bidan ahli yang
berpengalaman dan sudah terdaftar yang memberikan inspirasi, pengarahan,
bimbingan, dan supervisi kepada mahasiswa bidan yang sedang praktek maupun
bidan baru lulus dan masuk dalam dunia kerja dengan waktu yang terbatas dan
tujuan yang khusus. Bimbingan dan pengarahan bersifat formal, diberikan dalam
rentang waktu tertentu dan mempunyai tujuan agar mahasiswa praktikan untuk
mampu beradaptasi lebih mudah di area tatanan kerja dan dapat memaksimalkan
proses transisi dari pemula menjadi bidan yang berpengalaman. Tugas utama
seorang preceptor adalah untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan
praktek kebidanan yang didapatkan selama pembelajaran di kampus dengan
kenyataan yang ada di lahan. Kata preceptor masih sangat jarang dikenal di
Indonesia, istilah Clinical Instructur (CI) lebih dikenal di Indonesia sebagai
preceptor. Preceptor merupakan bagian dari Preseptoring. Kemampuan
berkomunikasi yang baik, bersikap positif selama proses pengajaran dan
pembelajaran serta mempunyai kemampuan menstimulasikan pemikiran yang kritis
penting dimiliki seorang preceptor.
Proses untuk mencapai suatu prestasi
kerja dimana ada seorang pendamping memberikan tantangan, menstimulasi dan
membimbing untuk berkembang agar mencapai suatu yang diharapkan, atau dengan
kata lain alternatif untuk konseling disebut coaching. Dalam hal ini proses
coaching intinya adalah suatu dialog antara mahasiswa bidan atau bidan baru
dengan preceptor dalam melakukan bimbingan praktek kebidanan. Tujuannya dapat
meningkatkan kinerja secara individu maupun tim dalam bekerja di klinik,
motivasi yang lebih tinggi, meningkatkan kemampuan kemandirian dan mengatasi
permaslahan yang dihadapi.
Program pokok di puskesmas yang mendapat
prioritas tinggi, mengingat kelompok ibu hamil, menyusui, bayi dan anak yang
rentan terhadap kesakitan dan kematian adalah PWS KIA. Pemantauan Wilayah
Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) merupakan manajemen program KIA
(pelayanan ibu hamil, bersalin, nifas, KB, bayi dan balita) untuk memantau
cakupan pelayanan KIA disuatu wilayah puskesmas terus menerus, sehingga dapat
dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Tujuan PWS-KIA sendiri yaitu
untuk meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA di wilayah kerja puskesmas,
melalui pemantauan cakupan pelayanan KIA di tiap desa secara terus menerus.
Ditetapkan indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS-KIA meliputi
indikator yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program KIA,
yaitu 1. Akses pelayanan ANC (Cakupan K1), 2. Cakupan ibu hamil (Cakupan K4),
3. Cakupan persalinan oleh nakes, 4. Deteksi ibu hamil beresiko oleh
masyarakat, 5. Deteksi ibu hamil oleh nakes, 6. Cakupan pelayanan neonatal (KN)
oleh nakes.
B. Saran
Diharapkan sebagai seorang tenaga
kesehatan dalam hal ini bidan wajib melaksanakan tugas menurut prosedur yang
ada dan telah ditetapkan sesuai dengan profesi kebidanan agar tercapai
pelayanan yang maksimal dan dapat terpenuhi sesuai kebutuhan masyarakat dengan
baik, cepat dan tepat.